Begini Isi Rekaman Novanto Cs Soal Skandal "Papa Minta Saham"

Begini Isi Rekaman Novanto Cs Soal Skandal "Papa Minta Saham"
(Kiri) Wakil Ketua MKD DPR Sufmi Dasco Ahmad, Ketua MKD DPR Surahman Hidayat dan Wakil Ketua MKD DPR Junimart Girsang saat memimpin sidang MKD terkait kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dengan saksi Menteri ESDM Sudirman Said, di Ruang Rapat MKD, Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/12). Foto: Ricardo/JPNN.com
JAKARTA - Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR telah memperdengarkan rekaman pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto (SN) dan pengusaha M Riza Chalid (MR) dengan Presdir PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoedin (MS) dalam skandal "Papa Minta Saham".   Dalam rekaman tersebut bisa didengar bahwa mereka sengaja bertemu untuk membahas soal kelangsungan kontrak PTFI di Indonesia. (fat/jpnn)     Berikut transkrip rekamannya berdasarkan inisial yang secara khusus bicara soal Freeport.      SN: Saya itu pak, sudah ketemu presiden, waktu sampai ada 5 pimpinan negara lainnya. Ada ketua MA, Ketua KY, Ketua MK. Saya bilang Pak, bapak ke Papua. Iya kata presiden. Padahal di sana gak ada yang jemput. DPRDnya, bupatinya, gubernurnya. Kesel juga. Soal PSSI macam-macam. Saya bilang bikin itu saja istana di papua. Setuju pak, kata presiden. Masak ada Tampak Siring, Bogor. Masak di sana tidak ada. Saya sudah lihat di sana ada tanah kosong, depannya laut. Jadi secara politis ke depan pasti ke sana. Semua manggut-manggut. Lagi seneng dia. “Freeport itu saya sudah ketemu Jim Bob, Dirutnya, saya minta dipertimbangkan. Waktu itu dengan menteri itu, soal perpanjangan itu kan DPR minta untuk duduk. Sedangkan sekarang kan ada tiga hal, kemarin menteri ESDM menemui saya di Surabaya, khusus bicara ini. Beliau bicara tiga hal. Satu, penerimaan minta ditingkatkan. Kedua adalah privatisasi, permintaan itu 30 Juta untuk 51%. Mana mungkin saya bilang gitu. Ketiga adalah pembangunan smelter. “Oh oke Pak Ketua. Kalau berhenti itu soal penerimaan saya gak sependapat Pak Ketua. Karena kita itu paling hanya nerima 7-8 triliunlah. Tapi kita keluarkan dananya untuk di Papua, Otsus itu, kita 35 T. Ndak imbang”. Tapi kan itu udah dibantu CSR. “Iya tapi tidak cukup Pak ketua”. Kita besar sekali.   Kedua kalau smelter. Kalau di sana bangun smelter di sana lebih banyak rawa. Jadi kuatirnya waktu. Kalau lihat gitu saya lihat di Gresik ada smelter kecil yang tinggal diterusin. Terus di sana juga ada pabrik semen juga untuk pupuk yang penting kan pakai dana sendiri, tidak melalui dana perbankan kita. “Kita harus paksa supaya cepat-cepat dibangun”. Ya kalau gitu. “Habis itu baru Timika, Pak Ketua”. Yang mana duluan Pak. Dia diam saja. “Yang ketiga, soal apa Pak Ketua”. Soal penyerahan soal sahamnya itu, kan sudah 30 % diminta 51%. Itu tidak mungkin Pak. Ini kan sudah berbagi dengan daerah yang 250 ribu Ha itu, susah juga. Kebayang juga dengan kabupaten lain. Ini tidak mungkin. Terus dia diam saja. Pak Luhut cuma bilang: kita runding. Pas saya makan, presiden samperin saya. “Ini kan Pak Luhut. Itu apa Pak Luhut sudah bicara belum”. Oh iya sudah Pak, Pak Luhut yang banyak memberikan pendapat. Bagusnya kalau bisa segera. Ngobrol-ngobrol itu. Oh iya sekarang Pak karena sekarang sudah waktunya.   Lalu saya pulang. Saya mau rundingan dengan sama Pak….  Jangan-jangan ini karena yang dulu ada keributan antara anak buahnya Pak Luhut, Si Darmo dan si siapa itu, Sudirman Said diekspos. Ini minta diklirken. Saya akan ngomong ke Pak Luhut. Ya udah. Makanya perlu ketemu itu. Hahahahaa   MR: Jadi gini Pak. Ini bahan dari Pak Luhut dan timnya. Sudah baca?   MS: Perpres sudah baca yang percepatan pembangunan ekonomi Papua.   MR: Jadi mereka itu kan mau maju dulu dibangun di sana. Apa sudah ada konsep di sana? Dari Pak menteri   MS: Oh tidak begitu.    MR: Jadi tetap di Gresik   MS: Oh ndak, UU tidak mengatakan begitu. PP juga tidak mengatakan begitu. Jadi pemurnian harus dibangun di dalam negeri. PPnya juga begitu, Pemurnian itu dilakukan 100 persen di dalam negeri. Kemudian tanggal 23 Januari 2015, pas setengah bulan yang lalu, itu persyaratan untuk memperpanjang izin ekspor harus melengkapi, salah satu diantara enam itu harus menentukan eksak location. Satu lagi soal feasibilty study. Dapatlah di Gresik. Jadi tidak ada yang mengatakan harus di Papua . Setelah kita umumkan di Gresik dan kita tanda tangani 23 Januari itu baru muncul Pemda Papua yang mengatakan harus dibangun di Papua.   SN: Terus janji presiden   MS: Ya betul, kemudian Presiden ke sana, janjikan oke kalau gitu dibangun. Kalau kita bangun di Papua siapa yang mau kasih. Di Gresik saja sudah 2,3 M. Kalau di Papua bisa hampir 4 M. Dari mana mau dananya. Gak mungkin bangun di Papua.   MR: Ya ya. Jadi begini Pak, soal itu saya ngomong sama Darmo. Saya bilang Darmo siap ya. Dia kan ngurusi semua. Dia akan melihatnya ini kalau perlu biayanya besar juga.    SN: Pengusaha juga   MR: Kalau Ini tugasmu untuk mengamankan. Jadi saya sudah bicara, Pak Jokowi. Urusan dia saya. Dia dipakai Pak Luhut semua.    MR: Soal saham itu ada pemikiran, PLTA.  MS: PLTA? Yang mau memiliki sahamnya siapa Pak? MR: Ada nominenya, punya Pak Luhut.   MS: Pak Luhut MS: Yang sahamnya itu juga maunya Pak Luhut itu jaminan guarantee itu dari Freeport untuk saham itu. Seperti dulu yang dilakukan oleh Freeport kepada pengusaha.    SN: Pak Luhut pernah bicara dengan Jim Bob di Amerika.   MR: Jadi kalau itu bisa diolah, ini rahasia yang tahu cuma kita berempat ya Pak. Diolah gitu…   MS: Pak itu harus ada yang perlu dihitung pak sekarang. Waktunya tinggal 6 minggu dari sekarang. Dari enam isu yang saya kasih Pak Ketua itu, waktunya tinggal 6 minggu dari sekarang. Kalau itu tidak keluar, katakanlah 23 Juli nanti, tanggal 1 Juli tidak ada kepastian, maka kita akan arbitrase internasional   MR: Apa?   MS: Arbitrase internasional jalan. Tidak ada lagi itu. 1 Juli lah pak sudah ada kepastian. Sekarang apa guaranteenya kalau permintaan itu dipenuhi, ini juga keluar. Apa garansinya kalau permintaan itu ada singnal, 1 Juli sudah ada signal, apa garansinya? Ya to Pak. Apa garansinya     MS: Ini kan masih di Solo.    MR: Ya ketemunya di sinilah. Ketemu Pak Luhut, ini kan masih ada kesibukan. Habis itu baru.. Habis itu Jumat ke Pak Luhut. Harus ditugasin itu dia. Kalau bisa tuntas dan minggu depan sudah bisa settlement. Tanggal 22, seperti usul lalu, Itu yang sekarang sudah kerja. Kita sudah approach beberapa kali. Benar. Kalau Freeport memiliki 15 %, kita pasti bilang.   MS: Kalau tidak salah ada feasibility study, coba ditinjau lagi. Kalau tidak salah Freeport itu off taker.    MR: Itu tadi Pak. Saran saya jangan off taker dulu. Kalau bapak off taker dulu itu akan ada di kedua belah pihak.   MS: Dari mana…   MR: Dari third parties yang…..   MS: Bapak juga nanti baru bisa bangun kalau kita kasih purchasing guarantee lho pak.   MR: Oh ya betul   MS: Ketergantungan bukan dari third party tapi dari kita dong.   MR: Oh iya, tapi kan kalau bapak ikut bikin kan, bapak ikut mengendalikan. Bapak bikin PLTA-nya, bapak ikut mengendalikan   MS: Artinya investasinya patungan, 49, 51.   MR: Iya.   MS: Investasi patungan. Tapi off taker kita juga.    MR: Iya   MS: Kalau gitu double dong.    MR: Enggak double Pak   MS: Modal dari kita, kita juga yang off taker. Anu, kita bicara dulu di depan, supaya kita bisa mengolahnya.    MR: Pak Off taker itu hanya sugar guarantee   MS: Iya purchasing guarantee   MR: Purcahsing guarantee itu tidak ada uang keluar. Hanya guarantee. Maka cuan. Uang keluar itu hanya unruk pembangunan. Kalau itu bapak juga harganya bisa dikontrol pada yang wajar.    SN: Harga itu sektor terbesar.    MR: Iyalah itu kira-kira. Harga perlu dikendalikan yang wajar. Atau kalau terbalik, kalau pure itu, itu kan satu deal. Misalnya Jim bilang Freeport gak usah ikut. Silahkan yang lain, murni. Investor banyak yang mau, gak susah kalau Freeport. Marubeni ngotot mau masuk situ, Cuma harga tinggi. Itu maksud saya Pak. Justru kita sebagai lokal, merasa nyaman kalau itu opsinya sama Freeport. Dibandingkan kalau sama orang luar. China pun ada yang mau Pak.   MS: Ini yang Pak Riza sampaikan yang lalu sama Dharmawangsa itu kan   MR: Iya. Itu harganya yang wajar. Bukan harga yang tidak ketinggian tidak kerendahan. Kan PTnya milik bapak juga, 51 %. Nanti bapak juga jangan sampai  menekan ke induk usaha Freeport, pertambangan.    MS: Kuncinya kan itu lagi, surat perpanjangan itu. Tidak mungkin keluar purchasing guarantee kalau tidak. PLTA mau dibangun itu kan untuk underground mining. Underground mining baru bisa dipastikan mau dilanjutkan kalau ada perpanjangan.    MR: Betul perpanjangan. Ini Komitmen itu dibutuhkan. Komitmen itu belum off take guarantee belum Pak   MS: Lho kalau komitmen, Freeport komitmen. Begitu ada perpanjangan komitmen kita akan jalankan. Saya pertaruhkan itu.    MR: Itulah pak yang perlu duduk itu komitmen   MS: Karena tidak mungkin itu pak. Freeport sudah menanam 4 M dollar. Sudah yang mempersiapkan underground, untuk infrastruktur dan pesiapan operasional, meskipun tanpa kepastian. Jadi jangan ragu dengan komitmen. Terus untuk smelter Desember nanti kita taruh lagi 700 ribu dollar, itu commitment fee. Itu Desember. Tanpa ada kepastian lho Pak. Karena kita tidak tahu dianggap tidak komitmen   MR: 700 juta ya Pak?   MS: Sorry 700 juta dollar. Apalagi yang kita kurang komitmen. Tidak perlu komitmen lagi. Ini sudah komitmen. Ndak ada ndak ada   MR: Tapi kira-kira kalau konsep tadi mau ambil apa enggak?   MS: Saya nggak jamin mau apa nggak. Tapi kasihkan dulu itu Pak.     MR: Wah kalau ada 700 juta, proposal gitu gua lepas ini   SN: Artinya kalau ada opportunity…. Kan ada di Pak Luhut   MS: Signed dulu itu.   MR: Singned itu pasti itu akan segera   MS: Tapi kalau dengar penjelasan Pak Ketua tadi sayanya enggak begitu jelas. Dari Pak Jokowi ya enggak jelas   SN: Kalau Pak Jokowi itu dia, beliau sudah setuju kalau sarannya untuk di Gresik. Tapi berikutnya di Papua. Tapi ada ujungnya-ujungnya, waktu saya makan itu “Pak Ketua sudah bicara belum Pak Luhut, saya disuruh ngadep ke Pak Luhut, ngobrol-ngobrol. Saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat, yang terjadi antara si ESDM dengan Darmo. Kalau menurut saya, memang Pak, Presiden itu  ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan untuk ke depan memang. Kalau dilihat dari, karena dia dengar Pak Jusuf Kalla itu kan terjadi begitu, makanya selalu menyinggung masak Jusuf Kalla terus. Kalau lihat begitu memang dia   MS: Ada ganjalan   SN: Ada ganjalan. Makanya kita harus menutupi. Gak habis-habis   MS: Mempercantik   SN: Mempercantik. Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan pak Luhut, pengalaman-pengalaman dengan presiden, itu rata-rata 99 % itu goal semua Pak. Ada keputusan-keputusan penting kayak Arab itu, bermain kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Riza begitu tahu Darmo, dimaintaince, dibiayai terus itu Darmo habis-habisan supaya belok. Pinter itu   MS: Anu The lobbies    (MS, SN, MR ketawa)   SN: Itulah    MR: Pak, Pak. Hubungan Pak Luhut itu dekat sekali dengan Pak Jokowi. Kalau kasih sign beliau keluar, kasih sign, eh beliau kayaknya begini gini, rahasia ya. Ngerti nggak. Paling nggak Pak, kalau saya bilang confirm on, kalau meleset saya habis Pak.    MS: Ndak Pak. Kalau meleset komitmen, kalau sudah keluar komitmen tidak akan meleset Pak. Kalau sudah keluar komitmen. Seperti saham berapa persen Pak.    MR: Itu yang saya juga belum, yang belum    MS: Bapak harus jelas juga berapa persen sahamnya. Karena itu bukan uang kecil lho Pak soal saham itu dan nilai aset Freeport itu bukan main.     MR: Kedua, nilainya berapa. Sama yang itu kan diambilnya harus untung, biar pinjaman bisa recover   MS: Mungkin harus jelas juga Pak, supaya anunya, perhitungannya lebih jelas juga   MR: Bapak itu sudah jalan divestasi sudah berapa persen?   MS: 30 % yang sudah jalan    MR: Yang sudah jalan 9 persen dong   MS: 9,3 %. DIpegang BUMN   SN: Kalau gak salah itu Pak Luhut sudah bicara.    MR: Pak Luhut sudah bicara   SN: Pak Luhut bicara dengan Jim Bob. Pak Luhut udah ada unek-unek Pak    MR: Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut.   SN: Iya. Jadi kalau pembicaraannya Pak Luhut di San Diago, dengan Jim Bob, empat tahun lalu. Itu, dari 30 persen itu, dia memang di sini 10 %. 10 persen dibayar pakai deviden. Jadi dipinjemin tapi dibayar tunai pakai deviden. Caranya gitu, sehingga menggangu konstalasi ini. Begitu dengar adanya istana cawe-cawe, presiden nggak suka, Pak Luhut ganti dikerjain. Kan begitu. Sekarang kita tahu kuncinya. Kuncinya kan begitu begitu lhp hahahaha. Kita kan ingin beliau berhasil. Di sana juga senang kan gitu. Strateginya gitu lho.. Hahahaa   MS: Lobbies   MR: Untuk pertama kali, berapa yang saya olah. Disampaikan, kalau cawe-cawe kan dia juga kerja di konsultan. Dia kan kalau konsultan datang, dia langsung bikin titik.   MS: Ada saya baca..   MR: Saya punya presentasinya. Habis presentasi sedetil itu, habis itu langsung saya telpon. Tanggal berapa itu   SN: Sekarang sudah digarap sama Bung Riza. Hahahaa… Saya tahu Pak..   MS: Tanggal 14   MR: Memang kita tidak mau mencampuri politik. Tapi kenyataannya barier politik itu ada. Kerjanya cepat..Makanya….dan happy. KIta akan kasih pengertian. Pak Luhut pasti oke. Karena Pak Luhut gak terlalu gini juga. Kita happy-happy semua Pak. Kalau bapak happy, kita semua juga happy.   SN: Kita happy Pak kalau Bung Riza yang mengatur   MR: Bukan, kita kerja, kita kan sunggung-sungguh kerja ya Pak ya. Ada prospek. Insya Allah, Allah kasih rezeki. Berjalan. Kan masalah banyak disitu. Sampai empat tahun Pak   MS: Nggak setahun saja, ini selesai urusan monster.    MR: Kalau itu itu bisa sampai 25 tahun   MS: Lama itu Pak. Nggak cuma ini aja Pak. Setiap pembangunan di Papua nanti butuh power tinggal nambah, nambah, nambah Pak.   SN: Pinter ini dibayar sama itu   MR: Menurut saya, cara itu elegan. Freeport yang kontrol, harga dikendali. Freeport bantu cari guarantee, pinjaman. Terus, di sana cicil bagus, bisa kredit guarantee sesuai. Yang enak gitu lho pak. Freeport yang kontrol, semua jalan semua. Pengendali. Kalau kita bikin CSR ke orang-orang kampung kita bisa. Ada Freeport juga di situ. Itulah Pak, bagus sekali itu. Kalau itu misalnya sama China. Jepang itu lain lagi.   MS: Teknologi mau pakai teknolohi mana?   MR: China? Gampang itu Pak   MS: Enggak, kalau begini Pak   MR: Dari China. Oh bisa    MS: Ini kan perusahaan Amerika, harus dilihat juga. Jangan lupa yang kecil-kecil gitu. Biar strateginya nyambung nanti pak   MR: Turbin dapat kredit ekspor dari sana.   MS: Itu Pak, smelter Papua sudah ada statement bersama. Pemda Papua akan mencari investor. Statement bersama dihadiri oleh Komisi 7, Ketua DPRP, Ketua MRP, ada Menteri ESDM. Statement bersama.    SN: Yang waktu itu ya   MS: Iya. Dan gubernur mendukung pembangunan smelter. Freeport di Gresik. Kalau dia punya smelter jadi, Freeport akan menyuplai konsentratnya dengan perhitungan B to B ke smelter yang sudah ada akan dibangun. Begitu Pak    SN: Perjalanan tambah sudah mulus dong   MS: Sudah ada komitmen, Gubernur Lucas itu sudah mengeluarkan statemen itu. Cuma kan ada kemungkinan, ini gubernur punya pemikiran bahwa semua smelter semua spesifikasinya sama. Di setiap komoditas minerail itu, mainnya itu beda. Tidak bisa tembaga atau emas itu makan nikel atau bauksit. Di pergi ke China nyari. Teknologinya nikel dan bauksit. Kalau teknologi tembaga emas itu adanya di Jepang. Dia salah langkah Pak. Gitu lho Pak. Makanya dia agak mandeg mau membangun smelter. Kan teknologinya beda pak. Njlimet itu pak teknologi setelah saya pelajari. Yang top itu teknologinya Mitshubishi.   MR dan SN: Ooooooo   MS: Untuk smelter. Memang gila itu, Jepang memang top. Tidak pakai kimia, tidak pakai kimia, semua fisik. Makanya Freeport itu tidak ada proses kimia dalam pemurnian. Salah langkah dia untuk Papua. Harusnya dia lakukan ini dulu, sudah bentul. Bangun dulu Papua secara keekonomian. Bangun dulu infrastruktur Papua secara keekonomian. Jangan bangun smelter dulu di depan. Bagaimana mau bangun smelter kalau enggak ada listrik, enggak ada pelabuhan, enggak ada jalan, enggak ada air bersih, enggak ada  gas. Mahal Pak. Bangun dulu nilai keekonomian. Makanya itu Keppresya sudah betul. Makanya Bappenas, sudah cocok itu. Bangun dulu infrastruktur, bagun pabrik semen, pabrik pupuk.   SN: Sudah Pak. Kemarin itu saya diarahkan sama Bu RIni, menteri ESDM jadi nanti itu ditunjuk di Bintuni. Bintuni itu arealnya 6000 hektar. Itu dibuat di sana itu pabrik pupuk, Antam juga disitu, pelabuhan bukan hanya Sorong pak tapi di situ. Sehingga ini sebenarnya untuk menunjang perekonomian itu. Ini lagi mulai pembuatan-pembuatan itu yang pihak Dirut Antam, Pak Budi ketemu saya waktu itu, memang betul sedang membuat. Gasnya selain gasnya itu dari apa itu yang di sana…   MS: Tangguh   SN: Tangguh, tetapi juga dari Malaysia, dari Ginting. Mereka dapat itu     MR: Genting, genting   SN: Genting   MR: Benar itu Pak. Ada 5 TCf cadangan di Papua. Itu yang akan disuplai ke tempatnya bapak.   MS: Bintuni kalau mau membawa nanti konsentratnya dari Timika, coba dilihat kondisi geografinya Pak, bagimana berapa cost deliverynya. Faktor cuaca melalui laut. Kalau lewat darat wah pembangunannya gila berat, very costly. Bapak harus lihat line costnya, garis pantainya untuk membawa konsentrat dari Timika ke situ.   SN: Yayaya.   MS: Kenapa tidak dari Timika dibawa ke Gresik. Karena line costya gampang. Kalau mau dibawa ke Papua harus lihat dari garis pantai   MR: Ooo geografi dengan costnya ya.   MS: Harus lihat itu Pak. Modal   MR: Kalau begitu, tidak ada jaminan pupuk bangun, tidak ada jaminan semen bangun. Sehingga revisinya. Makanya gandeng kita. Mau bangun enggak, gitu. Tapi kalau dipressing nggak ada semua. Orang yang ngasih duit uang ke Freeport, sudah pasti oke, sudah pasti dibeli nih   MS: Off takernya banyak.    MR: Banyak off takernya.       SN: Iya purchasing guarantee   MS: Harus integreted Pak. Susah ini pak   MR: Kalau orang mau menggaransi, off taker baik pasti bangun pabrik pupuk. Bangun di sana   MS: Itu nanti menjual hasil konsentrat itu secara internasional juga harus dipikiran marketnya   SN: Kalau semen itu Pak, pada akhirnya bisa dibangun di situ gak, Di Timika? Kalau seandainya presiden sudah setuju. Udah, Pak Ketua kita di sini, tapi harus janji di Timika, sesuai permintaan itu bangun pabrik semen di sana   MS: Pak, masalah lahan di Papua itu juga masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di sana, berhubungan sama yang punya, Pak Iza sudah bayar. Nanti pamannya datang kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang bikin perang suku Pak.   MR: Itu mirip di Padang. Sama kalau di Padang   MS: Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah jadi Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan Pak buat investor. Itu orang nggak jadi males menginvestasi   MR: Provinsinya Dajjal   MS: Betul Pak zamannya Dajjal   MR: Sama Pak. Gila itu. Itu waktu Riza mengondisikan ngurusi gula, sudahlah begini begini, dia sudah kuasai lahan Pak, pada waktu itu. Beda kongsi. Gua ketawa aja. Makan dulu, kalau udah jalan 5 tahun baru saya ambil.   MS: Diganggu?   MR. Ya enggaklah. Dia juga memulai itu jalan pelan-pelan sekarang. Miliknya Antam. Akhirnya dia bikin pabrik gula di NTT. Hmm begitu   MS: Ati-ati Pak. Betul Pak.    SN: Ngeri, makanya bolak-balik situ.   MR: Tentara   MS: Saya sudah dari 1983 sudah ke Papua.    SN: Oh oke   MS: Saya sudah tahu Papua, bagaimana antropologinya. Hati-hati Pak, gak semudah itu.     SN: Yayayaa. Percaya Pak   MS: Gak semudah itu Pak Papua. Mengedukasi mereka untuk merasa bahwa mereka akan dibangun untuk kesejahteraan mereka, tidak mudah Pak. Costnya tinggi Pak, betul. Kita bangun sekolah, minta dibangun rumah sakit. Tapi kalau ajak pers, hormat bapak. Masak kita sinterklas terus.   MR: Itu ya Freeport pernah bangun pagar yang bagus, yang indah itu buat di gedung. Itu yang bikin perusahaan gua. Punya pabrik di Bandung. Itu besinya di bawa pakai pesawat ke sana. Pegawai saya di bawa pakai pesawat. Gak tahu masih ada apa enggak sekarang. Loe bayangin, tukang-tukang gua naik pesawat   MS: Anu itu memang soal sikap mental Pak.    MR: Sadis itu, memang tidak gampang   MS: Kalau mau pembebasan lahan itu tidak mudah lho pak. Kalau tidak salah itu tiga kabupaten untuk  PLTA itu.   MR: Kalau itu mudah-mudahan bisa cepat. Karena…    MS: Yang anti sama gubernur juga banyak lho pak. Yang dulu sakit hati sama gubernurnya sekarang sudah mulai kuat lho Pak.    MR: O ya   MS: Iya. Wagub itu belum tentu bisa jalan sama gubernurnya.    SN: Papua sama Papua Barat   MS: Papua. Coba tolong dimatangkan mengenai saham.    MR: Yang saham. Soal saham itu, saya bicara ke Pak Luhut. Kita sudah bicara. Weekend saya ketemu. Biar Pak Luhut yang bicara ke bapak   SN: Biar cepat selesai   MR: Kan ini long weekend,  Hari minggu nanti, saya temui Pak Luhut, bisa minggu malam. Biar Pak Luhut cek dan kita…. Saya yakin itu   SN: Presiden sudah dikasihkan ke Pak Luhut itu berapa kali. Si Darmo, kalau bapak denger cerita di dalam. Apa yang kita inginkan bisa, presentasi ke presiden tiap hari.   SN: Presentasi ke presiden setiap hari.    MR: Kalau memang gawat keadaannya, saran saya jika mau malam sabtu atau malam minggu   SN: Besok   MR: Why not. Pak Luhut oke. Kita ketemu sama Pak Maroef, hari minggu malam. Kita ngumpetlah. Seeeeeeeet dia action minggu depan. Nggak lama Pak. Next week two week. Bisa kau angkat akhir Juni selesai urusan. Begitu ini selesai ini saham bisa   SN: Saya sih yakin itu karena presiden sendiri kasih kode begitu dan itu berkali-kali. Yang urusan kita di DPR, itu kita ketemu segitiga, Pak Luhut, saya dan presiden. Akhirnya setuju. Ngomongnya gini presiden. Saya sudah ketemu presiden cocok itu. Pengalaman ya, artinya ini demi keberhasilan semua. Ini belum tentu bisa dikuasai menteri-menteri, yang gini-gini. Enggak ngerti malah bapak   MS: Ada lobbiesnya   SN: Strategi   MS: Ini Henry Kisingernya   SN: Henry Kisinger Hahahaa   MR: Kita ini orang kerja, strateginya. Jadi Freeport jalan, bapak itu bisa terus happy, kita ikut-ikutan bikin apa. Kumpul-kumpul. Gua gak ada bos, nggak usah gedek-gedek. Ngapain gak happy. Kumpul-kumpul. Kita golf. Gitu, Kita beli private jet yang bagus, representative. Apalagi    SN: Iya   MR: Buat kita itu tak ada yang rakus. Ini mutual benefit, konsepnya mutual benefit. Barangnya kita semua. Kita semua kerja. Freeport 51 kasih kita lokal, support financing. Ya Pak   SN: Kalau Freeport menjamin, semua juga gampang. Semua bank langsung kasih.   MR: Kan itu buat tambang   SN: Otomatis, merem aja itu   MR: Lumayan ini, untuk kumpul-kumpul paling 1 juta dollar.    SN: Hayyaah   MR: Saya ikut masuk ke Dharmawangsa ini, cost yang mereka bawakan sudah, tapi masih gedean mereka porsinya. Terlalu lama mereka itu boros. Saya yakin Freeport pasti jalan. Kalau sampai Jokowi nekat nyetop, jatuh dia.    MS: Yang jadi itu Amerika. Nggak diterima di Amerika.***

JAKARTA - Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR telah memperdengarkan rekaman pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto (SN) dan pengusaha M Riza


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News