Berbondong-bondong Daftarkan Anak ke Klub Panjat Tebing

Berbondong-bondong Daftarkan Anak ke Klub Panjat Tebing
Aries Susanti, peraih emas panjat tebing nomor kecepatan putri. Foto: AFP

jpnn.com, JAKARTA - Pada era 1990-an hingga awal 2000-an, panjat tebing begitu populer. Di sekolah-sekolah SMA dan kampus-kampus berdiri wall climbing. Tapi, setelah itu kepopulerannya surut.

Tak terlalu banyak yang meminatinya. Capaian tim speed panjat tebing Indonesia di Asian Games 2018 diharapkan menjadi titik balik.

Di Asian Games lalu, tak tanggung-tanggung, tiga medali emas mereka sabet. Selain itu, mereka meraih dua perak dan satu perunggu. Salah satu emas dipersembahkan Aries Susanti Rahayu.

Aries juga turut merengkuh medali emas bersama Puji Lestari, Fitriyani, dan Rajiah Salsabilah di nomor speed beregu putri. Satu lainnya dipersembahkan tim putra yang terdiri atas Muhammad Hinayah, Veddriq Leonardo, Rindi Sufriyanto, serta Abu Dzar Yulianto.

Pelatih kepala panjat tebing Indonesia Caly Setiawan berharap moncernya prestasi anak asuhnya tersebut mampu mendongkrak popularitas olahraga itu lagi. Dengan begitu, akan lebih mudah mencari bibit pemanjat tebing.

Selama ini, ungkap Caly, mencari bibit pemanjat muda tidak gampang. Tidak semua bocah atau remaja memiliki hobi berolahraga panjat tebing. Anak-anak umumnya lebih memilih sepak bola atau bulu tangkis. Jika berpostur tinggi, basket dan voli menjadi favorit.

”Kalau baru mulai memanjat dari mahasiswa ya sudah telat. Apalagi untuk bersaing di internasional. Sulit,” tutur Caly.

Menurut dia, agar prestasi panjat tebing stabil, harus ada bibit-bibit yang sudah berlatih sejak usia dini. Setidaknya di usia 13 atau 14 tahun. Atau sejak usia anak-anak yang duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Berharap capaian tim panjat tebing Indonesia di Asian Games 2018 menjadi titik balik popularitas cabor tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News