Bermain Dua Kaki Cara NasDem Menafsirkan Konsep Politik Jokowi

Bermain Dua Kaki Cara NasDem Menafsirkan Konsep Politik Jokowi
Ketum Nasdem Surya Paloh (kiri) berpelukan dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman di DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Alfarisi Thalib meniai Partai NasDem memanfaatkan celah di mana Presiden Joko Widodo tidak melarang partai koalisi pendukung pemerintah menjalin komunikasi dengan partai oposisi.

"Kesannya begitu, tidak dilarang sepanjang mampu menjaga stabilitas politik. Nah, kondisi ini kemungkinan yang dimanfaatkan Partai NasDem," ujar Alfarisi kepada jpnn.com, Senin (11/11).

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Studies ini, karena tidak dilarang, NasDem leluasa mencoba memainkan politik dua kaki. Yaitu, membangun bargaining power di dalam koalisi pendukung pemerintah, sementara di sisi lain menjalin simpati dan kerja sama dengan oposisi.

"Dalam orasi politiknya pada pembukaan Kongres II Nasdem, Surya Paloh memang secara tegas mengatakan sangat loyal, setia dan tetap bersama Jokowi hingga akhir, tetapi di sisi lain tidak mengundang Jokowi pada pembukaan kongres," ucapnya.

Partai NasDem diketahui justru mengundang dan memberi panggung bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan sambutan di hajatan berkelas nasional.

Padahal, kata Alfarisi, Anies notabene rival politik PDIP di Pilgub DKI Jakarta 2017. PDIP ketika itu mengusung pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

"Politik dua kaki mungkin cara Nasdem, terutama Surya Paloh menafsirkan konsep politik Jokowi, demokrasi gotong royong. Yaitu membangun kekuatan koalisi dengan menjalin kerja sama dengan oposisi," ucapnya.

Alfarisi juga mengatakan, politik dua kaki yang terkesan dilakukan NasDem, hal biasa dalam politik. Apalagi tidak ada konstitusi yang dilanggar. Selain itu juga tidak ada pakta integritas yang dihianati.

Pengamat politik Alfarisi Thalib meniai Partai NasDem memanfaatkan celah di mana Presiden Joko Widodo tidak melarang partai koalisi pendukung pemerintah menjalin komunikasi dengan partai oposisi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News