Boikot

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Boikot
Habib Rizieq Shihab, November 2020. Foto: M Amjad/JPNN.com

jpnn.com - Muhammad Rizieq Shihab atau yang lebih dikenal sebagai Habib Rizieq Shihab (HRS) menyerukan boikot terhadap Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dan Pangkostrad TNI Letjen Dudung Abdurrahman.

HRS menyerukan kepada pengikutnya agar tidak mengundang kedua tokoh itu. Habib Rizieq juga menyerukan boikot terhadap acara yang menghadirkan dua tokoh tersebut.

HRS menganggap dua tokoh itu punya kaitan dengan terbunuhnya enam pengawal HRS dalam insiden yang dikenal sebagai ‘’peristiwa KM 50’’ Desember 2020. Persidangan yang dilakukan sekarang ini, oleh HRS dianggap sebagai persidangan yang tidak sesuai prosedur.

Masih harus dilihat apakah seruan boikot ini efektif atau tidak. Seruan boikot ini seolah menjadi senjata terakhir setelah berbagai upaya formal melalui jalur hukum dirasa mentok.

Seruan boikot menjadi senjata bagi mereka yang tidak bersenjata. Jika seruan ini diikuti secara luas dampak politiknya akan terasa.

Dalam sejarah gerakan politik, seruan boikot menjadi salah satu cara yang efektif untuk melawan. Dalam sejarah gerakan buruh, boikot menjadi senjata yang efektif untuk memperjuangkan kepentingan.

Boikot adalah bagian dari gerakan civil disobedience, perlawanan rakyat, terhadap peraturan pemerintah, misalnya dengan cara menolak membayar pajak.

Civil disobedience dalam bentuk penolakan membayar pajak mempunyai implikasi politik dan hukum yang serius, karena penguasa bisa mengambil tindakan represif dalam bentuk penangkapan dan penahanan.

Habib Rizieq menyerukan boikot terhadap Irjen Fadil Imran dan Letjen Dudung Abdurrahman.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News