Bung Karno: Kita Bangsa Pelaut!

Bung Karno: Kita Bangsa Pelaut!
Halaman 1 koran Merdeka, edisi 28 Februari 1957. Peresmian Akademi Ilmu Pelayaran jadi foto utama. Foto: Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - MASIH ingat Presiden Jokowi menyampaikan pidato pamungkasnya di atas kapal phinisi? Lantang dia berucap, "Indonesia poros maritim!". Kini, agaknya semangat itu mulai meredup.

Jauh-jauh hari, Bung Karno juga meyakinkan bahwa, "kita bangsa pelaut!".  

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

Rabu, 27 Februari 1957. Ada keramaian di Jl. Gunung Sahari, Mangga Dua, Ancol, Jakarta Utara. Presiden Soekarno meresmikan Akademi Ilmu Pelayaran, disingkat AIP.

Sudah barang tentu Bung Karno menyokong penuh akademi ini. Sebab, suatu waktu, saat bercerita di acara Musyawarah Nasional Maritim I, 23 September 1963 di Jakarta, dia menyampaikan…

"Tatkala saya melantik saudara Martadinata menjadi Kepala Staf Angkatan Laut di muka Istana Merdeka, pada waktu itu sudah saya sebut sedikit keterangan mengenai perkataan bahari, zaman bahari. Yang kita maksudkan dengan perkataan zaman bahari ialah zaman purbakala, zaman dahulu, zaman kuno, zaman yang lampau itu kita namakan zaman bahari. Apa sebab? Sebabnya ialah kita di zaman yang lampau itu adalah satu bangsa pelaut. Bahar, elbaher artinya laut. Zaman bahari berarti zaman kita mengarungi bahar, zaman kita mengarungi laut, zaman tatkala kita adalah bangsa pelaut."

Narasi ini termuat dalam arsip Departemen Penerangan RI, 1963 bertajuk Kembalilah Mendjadi Bangsa Samudera! Amanat Presiden Sukarno Pada Munas Maritim Ke-I.

Bung Karno meyakinkan, “kita ini dahulu benar-benar bangsa pelaut. Bahkan bangsa kita ini sebenarnya tersebar melintasi lautan dari satu pokok asal. Tersebar melintasi lautan, mendiami pulau-pulau antara pulau Madagaskar dan pulau Paskah dekat Amerika Selatan. Melewati beribu-ribu mil, melewati samudera, bahar, yang amat luas sekali. Di situlah bersemayam sebenarnya bangsa Indonesia…itu adalah satu gugusan bangsa bangsa yang boleh dikatakan sama bahasanya, sama adat istiadatnya, sama pokok-pokok isi spirituil. Bahasanya banyak yang sama. Banyak kata-kata yang diucapkan oleh orang Madagaskar kita temui kembali di Sumatera, Jawa, Kalimantan, di Timor, di Paskah itu, di selatan dari pada Philipina. Misalnya ambillah satu contoh; bambu. Di Jawa ada yang mengatakan wuluh, di Sumatera mengatakan buluh, di Philipina orang mengatakan uluh, di Madagaskar orang berkata uluh, di Easter Island, pulau Paskah orang mengatakan boloh.”

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News