Covid-19 dan Ancaman Kerawanan Pilkada 2020

Oleh: Yoseph Aurelius Lado

Covid-19 dan Ancaman Kerawanan Pilkada 2020
Aktivis PMKRI dan SKPP Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Pusat, Yoseph Aurelius Lado. Foto: Dokpri

Jika keakuratan data pemilih tidak maksimal maka tentu ini akan berpengaruh terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang kemudian endingnya siapa yang boleh dan tidak boleh menyalurkan hak pilihnya pada saat hari pemungutan suara.

Sebaliknya, jikapun tahap awal ini petugas akan bertatap muka secara langsung dengan pemilih, tentu membutuhkan alat pelindung seperti masker, sarung tangan dan alat pelindung diri lainnya, ini jumlahnya banyak dan membutuhkan dana besar sementara anggaranya baru akan diajukan oleh KPU.

Aspek lain yang menjadi tolak ukur kerawanan adalah kampanye. Kampanye adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu. Ada beberapa acuan jenis kampanye KPU (2004), di antaranya debat publik/debat terbuka antar calon, rapat umum, penyebaran bahan kampanye kepada umum, tatap muka dan dialog.

Beberapa kegiatan di atas memperlihatkan arti penting kampanye sekaligus rawan karena pada tahapan ini yang mempertemukan kontestan dan pemilih (massa).

Virus juga mengubah konten kampanye, ada wacana kampanye dilakukan dengan metode daring, menggunakan media sosial atau virtual meeting, tetapi seberapa besar hal tersebut dapat menjangkau pemilih. Bagaimana dengan daerah yang perangkat teknologi dan jaringan internetnya tidak memadai, sementara pemilih harus mendapatkan informasi yang cukup untuk mengenali kanidat yang akan memimpin daerahnya.

Hak pilih (memilih dan dipilih) adalah hak dasar setiap warga negara yang merupakan hak asasi manusia berupa hak sipil dan hak politik. Berdasarkan pasal 25 pada UU Nomor 12 tahun 2005 tentang International Covenant on Civil and Political Right (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) menjadi pendorong negara untuk berkewajiban dan bertanggung jawab melindungi, memajukan, serta menghormati, juga mengakui hak pilih sebagai Hak Asasi Manusia.

Pemilih sebelum ke TPS membutuhkan jaminan agar tidak membahayakan kesehatan mereka. Perlu ada dukungan perlengkapan seperti pulpen, masker, sarung tangan, paku, atau tinta yang aman. Seperti kita ketahui bersama permukaan dari sebuah benda dapat menjadi media penularan Covid-19.

Di Korea Selatan ribuan pemilih yang dikarantina ikut berpatisipasi dalam pemungutan suara. Lantas ribuan masyarakat yang berstatus ODP, PDP, Suspect dan yang dikarantina bagaimana hak konstitusional mereka. Tentunya semua ini harus dijamin, agar partisipasi masyarakat di Pilkada 2020 tinggi.

Ada beberapa indikator Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada Pilkada 2020 di antaranya, otoritas penyelenggara pemilu, kampanye, relasi kuasa di tingkat lokal, dan partisipasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News