Di Dusun Ini Pria Harus Berani Menculik Perempuan

Di Dusun Ini Pria Harus Berani Menculik Perempuan
Talim bersama salah satu penduduk dusun yang tengah menenun. FOTO: SEKARING RATRI/JAWA POS

Wali dari luar pihak keluarga dibutuhkan karena sebelum acara pernikahan, kedua pihak, baik orang tua si perempuan maupun laki-laki, tidak diperbolehkan untuk bertemu.

”Jadi, memang kesannya bermusuhan. Biasanya, yang menjadi wali adalah ketua adat. Kalau sudah ketemu wali, hari ketiga membicarakan masalah beban (besaran mahar, Red). Nah, di sini bisa mulai tawar-menawar,” lanjutnya.

Tahapan terakhir adalah acara puncak, yakni prosesi pernikahan ala suku Sasak yang disebut sorong serah aji krama.

Dalam upacara itu, rombongan keluarga besar dari pihak laki-laki mendatangi keluarga si perempuan dengan membawa gegawan atau semacam seserahan.

Acara pernikahan tersebut akan langsung diikuti acara budaya nyongkolan atau iring-iringan pengantin dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai perempuan.

Acara arak-arakan pengantin itu biasanya diramaikan dengan musik gamelan, rebana, atau gendang beleq.

”Setelah acara nyongkolan, baru kedua pihak boleh ketemu. Kalau mereka ketemu sebelum nyongkolan, nanti kena denda,” urai Talim.

Tradisi percintaan muda mudi di Dusun Sade juga unik. Setiap perempuan muda boleh memiliki kekasih lebih dari satu. Makin banyak kekasih, si perempuan makin populer.

Sebagian besar warga suku Sasak masih menjalani tradisi kawin culik. Tidak ada budaya meminang atau melamar. Si pria harus berani menculik perempuan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News