Di Pulau Ini Kambing Makan Kertas, Plastik, Uang, Juga SK
Sekarang, saking padatnya, yang akan bikin rumah harus mengajukan semacam izin mendirikan bangunan dulu.
”Sebenarnya secara adat tidak ada aturan tertulis sampai harus dibawa ke rapat desa. Tapi, karena Bungin sudah kehabisan lahan, itu sekarang jadi keharusan,” terangnya.
Bungin yang konon telah didiami sejak sekitar 200 tahun lalu berjarak 70 kilometer dari Sumbawa Besar, ibu kota Sumbawa. Pulau tersebut sudah tersambung dengan daratan Sumbawa lewat jembatan yang terletak di Teluk Alas.
Sebagaimana umumnya suku Bajo, warga Bungin adalah nelayan atau pembuat perahu. Karena itu pula, dalam bertempat tinggal, laut jadi halaman depan, belakang, dan samping mereka.
Itu pula sebabnya, mereka lebih menyukai membangun rumah di atas batu karang. Ketimbang, misalnya, menguruk laut dengan tanah urukan. Atau berumah di daratan Sumbawa.
”Bau batu karang di bawah rumah membuat mereka bersemangat untuk melaut,” kata Tison menirukan pandangan umum di kalangan warga Bajo di Bungin.
Padahal, Bungin sudah demikian megap-megap menampung warganya. Bayangkan saja, tiap tahun rata-rata ada 30 pasangan yang menikah. Jadi, tiap tahun ada kebutuhan 30 rumah baru dengan ukuran, sesuai awit-awit atau aturan adat, 7 x 11 meter.
”Itu yang resmi, belum termasuk anak cowok (Bungin) yang ngambil (menikahi, Red) anak gadis dari luar pulau. Jadi, kebutuhannya tetap masuk ke Bungin kalau mereka pulang kampung,” jelas Tison.
Pulau Bungin sangat tandus, taka da rumput. Di pulau ini, kambing-kambing makan kertas, termasuk SK pengangkatan Kades.
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri