Di Pulau Ini Kambing Makan Kertas, Plastik, Uang, Juga SK

Di Pulau Ini Kambing Makan Kertas, Plastik, Uang, Juga SK
Anak-anak bermain di salah satu sudut Pulau Bungin. Nyaris tak ada tanaman yang bisa tumbuh di pulau ini. Foto: SEKARING RATRI/Jawa Pos

Persoalannya, ledakan populasi juga membuat pembatasan ukuran rumah 7 x 11 meter dirasa tak memadai lagi. Akhirnya, pada 2013, ukurannya ditingkatkan jadi 9 x 11 meter.

Keputusan itu diambil berdasar perhitungan kebutuhan minimal dua perahu bagi setiap KK di Bungin. Satu perahu digunakan untuk melaut; satunya lagi masuk reparasi alias masa perbaikan.

Dalam setahun reparasi perahu biasanya terjadi dua kali. Namun, setelah didata secara akurat, ternyata tiap KK bisa memiliki tiga hingga empat perahu.

”Atas dasar itu, mereka pasti butuh halaman lebih besar. Jadi, akhirnya dari yang awalnya luasannya 7 x 11 meter dinaikkan menjadi 9 x 11 meter pada 2013,” ujarnya.

Otomatis, lahan yang dibutuhkan jadi lebih besar. Dan itu berarti ancaman bagi kelestarian ekologi laut di sekitar Bungin.

”Apalagi, masyarakat kadang ambil batu karang yang hidup. Padahal, yang dibolehkan hanya karang yang mati,” lanjutnya.

Karena karang-karang yang menjadi rumah natural ikan rusak, otomatis pula produktivitas perikanan menurun. Sejalan dengan itu, disahkanlah Undang-Undang Perikanan Nomor 40 Tahun 2009.

Undang-undang tersebut mengatur tentang perlindungan vegetasi perikanan. Pengambilan batu karang di Bungin pun dilarang. Sebagai gantinya, Tison dan karang taruna setempat mengusulkan tanah urukan atau batu kali. Bahkan, pada 2014 mulailah dieksekusi usul itu dengan penyediaan lahan seluas 1 hektare.

Pulau Bungin sangat tandus, taka da rumput. Di pulau ini, kambing-kambing makan kertas, termasuk SK pengangkatan Kades.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News