Di Pulau Ini Kambing Makan Kertas, Plastik, Uang, Juga SK

Di Pulau Ini Kambing Makan Kertas, Plastik, Uang, Juga SK
Anak-anak bermain di salah satu sudut Pulau Bungin. Nyaris tak ada tanaman yang bisa tumbuh di pulau ini. Foto: SEKARING RATRI/Jawa Pos

Menurut pemuda kelahiran 4 April 1989 tersebut, menggunakan tanah urukan jauh lebih ekonomis daripada memakai batu karang. Warga juga tidak perlu mengambil sendiri batu karang yang hendak dijadikan fondasi rumah.

Sebab, ada pengepul yang menyediakan. Biayanya juga lebih rendah. Proses pembangunan rumah dengan urukan tanah juga jauh lebih cepat.

Tidak sampai setahun. Cukup beberapa bulan. Sedangkan pakai batu karang bisa lebih dari setahun baru bisa rampung.

Namun, solusi menggunakan tanah urukan itu ternyata kurang mendapat sambutan baik. Alasannya ya itu tadi, karena pertalian mereka dengan karang sebagai bagian dari laut. Dan laut adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga Bajo.

Padahal, mereka masih harus menghadapi persoalan lain: sampah. Juga belum bicara soal kesehatan. Di pulau sepadat itu, mereka juga harus berbagi tempat dengan kambing.

Jumlah si embek, konon, sampai 40 persen dari total populasi. Tanpa rumput, mereka pun berebut makan apa saja.

Arif mengungkapkan, kalau murid-murid teledor menaruh buku pelajaran di sekolah, misalnya, pasti kawanan kambing langsung melahap buku mereka.

Bahkan, ada satu kisah yang terus dikenang warga setempat. Syahdan, pada 2007, terpilihlah kepala desa (Kades) Bungin yang baru.

Pulau Bungin sangat tandus, taka da rumput. Di pulau ini, kambing-kambing makan kertas, termasuk SK pengangkatan Kades.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News