Dulu Ritha tak Mampu Berdiri, Kini Tekuni Budidaya Pohon Tin

Dulu Ritha tak Mampu Berdiri, Kini Tekuni Budidaya Pohon Tin
Ritha berdiri di antara pohon-pohon tin yang berjajar di loteng rumahnya. Foto: LUKMAN/BONTANG POST/JPNN.com

Pengeringan dengan oven membuat rasanya pas, akan tetap warnanya menjadi kurang menarik. Lantas pada percobaan ketiga, Ritha memilih menjemur daun tin secara penuh untuk proses pengeringannya.

“Saat dijemur full. Warna tetap hijau menarik dan rasanya juga tidak pahit. Akhirnya jadi standar sampai sekarang,” bebernya.

September 2015, Ritha mulai serius menekuni bisnis teh daun tinnya. Dengan hanya mengandalkan penjualan secara daring, produk teh daun tin yang dikemas ala kadarnya dalam plastik klip mulai dikenal.

Rata-rata pembeli menjadikannya sebagai obat untuk penyakit ginjal dan diabetes. Permintaan yang terbilang banyak membuat Ritha sempat kewalahan waktu itu.

“Dulu tiap panen dapatnya 15 sampai 16 bungkus. Jadi didaftar dulu yang pesan. Jualnya per bungkus isi 50 gram harganya Rp 25 ribu. Itu masih yang teh tubruk saja, belum teh celup seperti sekarang. Kalau sekarang sudah mulai ready terus ya,” ungkap Ritha.

Seiring berkembangnya usaha teh daun tinnya, Ritha mulai mengurus perizinan yang diperlukan. Dia juga turut memperbaiki kemasannya.

Kebetulan sang suami memiliki keahlian dalam desain. Para peminat tehnya pun kini bukan hanya dari Bontang, melainkan juga sampai ke daerah-daerah lain di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, bahkan sampai dibawa ke Malaysia.

“Ada orang Bekasi yang membawa teh saya sampai ke Kuala Lumpur. Rata-rata memang orang membeli dalam jumlah banyak untuk dijadikan oleh-oleh. Kadang mereka membawa 20 sampai 30-an bungkus,” urai perempuan berhijab ini.

Ritha sempat tidak mampu berderak untuk berdiri. Setelah rutin mengonsumsi rebusan daun tin, kesehatannya membaik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News