Gas Air Mata dan Air Mata Kemanusiaan dari Kanjuruhan
Oleh Haruna Soemitro*
jpnn.com, JAKARTA - Cobalah semua mulai berpikir jernih meratapi tragedi kemanusiaan atas nama sepak bola di Kanjuruhan, Malang.
Bahwa panitia pelaksana salah, memang iya, karena jumlah penonton yang masuk melebihi kapasitas Stadion Kanjuruhan.
Bahwa LIB dan PSSI salah, memang ya, karena 'memaksakan' pertandingan super-derby panas dilaksanakan pada malam hari demi "melayani" TV partner yang mengejar rating sebagai mahadewa dunia pertelevisian.
Terhadap "kesalahan" tersebut, sudah cukup impaskah dihukum dengan desakan mundur para pemangku kepentingan itu?
Cukup impaskah kematian ratusan orang tidak berdosa itu ditukar dengan sikap mundur seluruh pengurus PSSI?
Menurut saya tidak, karena sekali lagi ini tragedi kemanusiaan yang disengaja sehingga gas air mata menewaskan ratusan orang tidak berdosa.
Coba bandingkan dengan kejadiaan hampir serupa saat para Bonek marah karena Persebaya kalah saat menjamu RANS Nusantara FC di Gelora Sidoarjo pertengahan September lalu.
Kronologi dan pemicunya sama: suporter marah karena tim kebanggaannya kalah, lalu masuk ke lapangan dan merusuh dengan merusak seluruh properti stadion.
Cobalah semua mulai berpikir jernih meratapi tragedi kemanusiaan atas nama sepak bola di Kanjuruhan, Malang.
- Kelakuan Jokowi kepada Prabowo Melukai Hati Keluarga Korban HAM
- Orang Tua Korban Kanjuruhan Curhat di Slepet Imin, Harapkan Perubahan
- Petrus Menilai Kasus Penculikan Tidak Akan Pernah Terselesaikan di Rezim Jokowi
- Bahtsul Masail LPL dan FBKM Bahas Hukum Memilih Pelanggar HAM jadi Pemimpin
- Tim Hukum AMIN: Penyelesaian Tragedi Kanjuruhan dan Km 50 untuk Penuhi Rasa Keadilan
- Pertanyaan Ganjar ke Prabowo soal Pelanggaran HAM Mewakili Perasaan Keluarga Korban