Giro Wajib Minimum Averaging Berpotensi Dongkrak Kredit
jpnn.com, JAKARTA - Aturan baru giro wajib minimum (GWM) averaging yang diberlakukan mulai 1 Juli lalu diyakini membuat likuiditas di sektor keuangan semakin dalam.
Dalam jangka panjang, GWM rata-rata 6,5 persen diharapkan dapat membantu bank melipatkan penyaluran kredit dan menurunkan suku bunga kredit yang dibebankan kepada nasabah.
”Meski perbankan hanya melihat GWM sebagai instrumen yang menyedot atau menambah likuiditas bagi bank, bagi bank sentral di seluruh dunia, GWM adalah instrumen moneter untuk mengendalikan uang beredar,” jelas Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara.
Kewajiban bank untuk menempatkan kelebihan likuiditas ke bank sentral tersebut berfungsi menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Bila GWM dinaikkan, kelebihan likuiditas diserap bank sentral sehingga perbankan lebih prudent dalam mencairkan kredit.
Sebaliknya, kelonggaran GWM mengakibatkan likuiditas dapat dimanfaatkan perbankan untuk ekspansi kredit.
Sejak 1 Juli, BI menerapkan GWM rata-rata 6,5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan perbankan selama sehari.
Pada tahap pertama, bank wajib menyetorkan lima persen DPK.
Aturan baru giro wajib minimum (GWM) averaging yang diberlakukan mulai 1 Juli lalu diyakini membuat likuiditas di sektor keuangan semakin dalam.
- Smart Finance Maksimalkan Kolaborasi dengan CBI
- CLIK Siap Dukung Lembaga Keuangan Menghadirkan Fasilitas Pinjaman Terjangkau
- Kemenkes Sebut Air Minum jadi Pilar Mencapai Indonesia Emas 2045
- Dukung UMKM Naik Kelas, Kanwil Bea Cukai Banten Jalankan Sejumlah Kegiatan
- Tak Perlu ke Lokasi, Masyarakat Bisa Menukar Uang THR Lewat Aplikasi PINTAR
- BI Sumsel Sediakan 145 Titik Penukaran Uang Lebaran, Cek di Sini Lokasinya