Gunung Kawi

Oleh: Dahlan Iskan

Gunung Kawi
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - SAYA mampir ke Gunung Kawi Minggu sore lalu. Saya ingin tahu masihkah gunung itu identik dengan Tionghoa.

Setidaknya begitu kesan saya sejak lama. Begitu populer gunung di perbatasan Malang-Blitar ini. Terutama bagi orang punya keinginan tertentu. Misalnya agar bisa kaya.

Kelenteng Kwan Im itu dianggap tempat berdoa yang mabrura.

Baca Juga:

Mungkin sudah 20 tahun saya tidak ke Gunung Kawi. Sampai-sampai saya tidak tahu kalau sudah ada jalan tembus dari utara Kepanjen langsung ke Kawi.

Saya masih menuruti ingatan lama: Malang-Kepanjen-Sumberpucung-Karangkates-Wlingi, baru naik ke utara. Praktis memutar dulu setengah lingkar Kawi. Ternyata sudah berubah banyak.

"Perubahan terbesar akibat pandemi," ujar Yana, pewaris juru kunci Gunung Kawi saat ini.

Baca Juga:

"Saya sampai jual tanah dan kuras  tabungan," tambahnya.

Kini tidak ada lagi pemandangan kotor, semrawut, dan kumuh yang dulu mendominasi Kawi.

Anda mungkin lebih tahu mengapa Gunung Kawi lantas bertransformasi menjadi lambang tempat berdoa untuk menjadi kaya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News