Harta Karun Bernama Haidilao

Oleh Dahlan Iskan

Harta Karun Bernama Haidilao
Dahlan Iskan di antara tanaman quinoa di pegunungan Qinghai pada ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut. Foto: disway.id

Di Haidilao kita masak sendiri. Kita pesan kuahnya saja. Boleh yang pedas. Boleh juga tidak. Atau pancinya yang dua kamar: pedas di sisi sini, tidak pedas di sisi sana.

Bumbu kuah ini hanya Haidilao yang tahu. Konon campuran 60 bumbu. Sedap sekali. Saya tidak mau bertanya lebih dalam: benarkah 60 bumbu. Takut disuruh menghitung sendiri.

Kuah itu terus mendidih. Di atas api yang menyala biru. Dari kompor gas di bawahnya.

Kita tinggal memasukkan makanan mentah kesukaan kita. Aneka sayur, daging sapi, kambing, ayam, aneka mie, aneka tahu, aneka seafood dan apa saja. Tidak ada daging babi.

Banyak jenis restoran yang pakai sistem huoguo seperti itu. Terutama di lingkungan kampung Islam. Yang alat pemanasnya kompor bercerobong tinggi. Yang bahan bakarnya briket.

Tapi Haidilao berjaringan. Ramai di mana-mana. Antrenya panjang. Tidak berdiri. Disediakan kursi.

Disediakan pula camilan. Minuman. Tak terbatas. Kalau tidak mengerem diri bisa bahaya: sudah kenyang sebelum makan.

Disediakan pula buah. Kadang jeruk kecil-kecil. Yang kita makan berikut kulitnya. Kadang jenis apel kecil-kecil. Sekecil ibu jari.

Ada saja jagoan baru di tengah ekonomi yang lagi sulit. Namanya: Haidilao yang artinya harta karun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News