Jelang Pilkada Serentak 2020, Muncul Desakan Aturan Diubah

Jelang Pilkada Serentak 2020, Muncul Desakan Aturan Diubah
Warga menggunakan hak suaranya di Pilkada. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pilkada Serentak 2020 akan berlangsung di sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, digelar pada 23 September.

Desakan untuk merivisi Undang-Undang Pilkada pun mulai muncul. Khususnya terkait kewajiban anggota dewan mengundurkan diri jika menyalonkan sebagai kepala daerah dan aturan ambang batas pencalonan.

Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, perwakilan dari Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) bertemu dengan Fraksi PKB. "Mereka menyampaikan beberapa usulan terkait pilkada," terang dia.

Mereka meminta agar aturan terkait kewajiban mundur bagi anggota DPRD dan DPR RI yang ingin maju sebagai calon kepala daerah untuk direvisi.

Aturan yang tercantum pada UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada itu dinilai tidak adil. Sebab, walikota, wakil walikota, bupati, wakil bupati, gubernur, dan wakil gubernur yang menyalonkan diri kembali sebagai kepala daerah tidak diwajibkan untuk mundur. Mereka hanya diminta untuk cuti sementara saja.

Sebelumnya, kepala daerah yang menyalonkan kembali harus mundur. Namun, aturan itu kemudian digugat melalui judicial review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu diterima, dan akhirnya kepala daerah yang maju kembali tidak perlu mundur, tapi cukup cuti saja.

BACA JUGA: KPU Susun Jadwal Tahapan Pilkada Serentak 2020

Cucun mengatakan, para anggota dewan aturan dalam UU Pilkada direvisi agar ada terjadi keadilan antara anggota dewan dan kepala daerah dalam mengikuti kontestasi politik di tingkat daerah. Anggota dewan jika harus mundur dari jabatannya di DPRD dan DPR.

Jelang pilkada serentak 2020, muncul desakan untuk merivisi Undang-Undang Pilkada, terkait kewajiban anggota dewan mengundurkan diri jika maju sebagai calon kada.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News