Kegeraman Pak Harto di Lubang Buaya, lalu Beda Paham dengan Bung Karno

Kegeraman Pak Harto di Lubang Buaya, lalu Beda Paham dengan Bung Karno
Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Monumen tersebut merupakan penanda tentang peristiwa G30S/PKI. Foto: Ricardo/JPNN.com

Soeharto dalam autobiorafinya yang berjudul 'Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya' menuturkan keberadaan sumur untuk menimbun jenazah para korban G30S itu baru diketahui pada 3 Oktober 1965.

Informasi soal sumur itu berasal dari Sukitman, seorang polisi yang ikut ditahan oleh komplotan G30S/PKI.

"Ia ditawan oleh gerombolan yang melakukan penculikan di rumah Jenderal Pandjaitan dan dibawa ke Lubang Buaya," tutur Soeharto.

Selanjutnya, Sukitman ditempatkan di sebuah rumah. Namun, dia berhasil kabur.

Dari informasi Sukitman itulah Soeharto meyakini enam perwira TNI AD telah dibunuh.

"Mayat mereka dimasukkan dalam sebuah sumur tua yang sudah kering," cerita Soeharto dalam buku terbitan 1989 itu.

Akhirnya, penggalian sumur di Lubang Buaya dilakukan pada 4 Oktober 1965. Proses penggaliannya dilakukan personel Kesatuan Inti Para Ampibi (KIPAM) dan Korps Komando (KKO) TNI AL.

Soeharto berkisah jenazah dalam sumur itu ditimbun dengan sampah, daun singkong, dan tanah secara berselang-seling.

Setelah menyaksikan pengangkatan jenazah di Lubang Buaya, Soeharto langsung memprioritaskan penumpasan PKI di Jakarta maupun daerah lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News