Kejagung Minta Pengadilan HAM Ad Hoc

Kejagung Minta Pengadilan HAM Ad Hoc
Kejagung Minta Pengadilan HAM Ad Hoc
JAKARTA - Nasib kasus Talangsari diprediksi akan seperti kasus-kasus pelanggaran berat HAM sebelumnya. Kejaksaan Agung (Kejagung) bersikukuh bahwa penanganan kasus pelanggaran berat HAM memerlukan pengadilan HAM ad hoc terlebih dahulu.

”Kendalanya tetap karena belum adanya pengadilan HAM ad hoc,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy di gedung Kejagung Rabu (10/9). Pengadilan HAM ad hoc, menurut dia, amat penting berkaitan dengan penyidikan yang dilakukan. ’’Kalau mau ada penyitaan, penggeladahan, izin ke siapa,’’ tambahnya.

Seperti diberitakan, tim penyelidik Komnas HAM menemukan adanya pembunuhan, pengusiran, dan penganiayaan dalam kasus Talangsari. Hal itu berarti memenuhi unsur pelanggaran berat HAM sesuai dengan pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam laporan penyelidikan setebal 562 halaman itu disebutkan, 130 warga sipil tewas akibat peristiwa Talangsari.

Selain itu, disebutkan bahwa korban pengusiran 77 orang, perampasan kemerdekaan 53 orang, penyiksaan 46 orang, dan korban penganiayaan 229 orang. Rencananya, Selasa (16/9) Komnas akan menyerahkan hasil penyelidikan ke Kejagung untuk ditindaklanjuti dalam penyidikan.

Marwan mengungkapkan, pengadilan HAM ad hoc dibentuk oleh presiden atas usul DPR. Bukankah Kejagung bisa mengambil inisiatif untuk mengajukan ke DPR?

JAKARTA - Nasib kasus Talangsari diprediksi akan seperti kasus-kasus pelanggaran berat HAM sebelumnya. Kejaksaan Agung (Kejagung) bersikukuh bahwa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News