Kemendikbud Diminta Menggeber Deradikalisasi di Sekolah

Kemendikbud Diminta Menggeber Deradikalisasi di Sekolah
Nizar Zahro. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Fakta bahwa pelaku bom bunuh diri di Surabaya akhir pekan lalu melibatkan anak-anak harus menjadi perhatian serius. Terutama bagi para stakeholder sektor pendidikan.

Anggota Komisi X DPR Nizar Zahro mengatakan, ada rasa kepedihan dan kekhawatiran yang mendalam saat mengamati fenomena tersebut. Karena baru kali ini anak-anak terlibat dalam skenario bom bunuh diri.

Pedih karena masa anak-anak yang semestinya diisi dengan keceriaan harus terlibat dalam aktivitas terorisme yang kemudian berakhir dengan peristiwa tragis.

Khawatir karena bisa jadi dalam pergaulan dengan sesama teman baik di sekolah maupun di lingkungan sudah menyebarkan virus terorisme kepada teman-temannya.

Dia mengingatkan, penularan virus terorisme di lingkungan sekolah patut diwaspadai. Dua hari pascapeledakan bom Surabaya, tersebar testimoni seorang netizen dengan akun facebook bernama AFZ yang mengaku sebagai adik kelas Dita.

Si netizen menuturkan kenangannya bersama Dita 30 tahun lalu saat keduanya masih bersekolah di SMA 5 Surabaya. Sejak sekolah SMA, Dita telah mengikuti paham ekstrimisme.

Bahkan selain Dita, ada sosok kakak kelas lain, ketua rohis SMA 5 Surabaya waktu itu, yang menolak ikut upacara bendera karena menganggap hormat bendera adalah syirik, ikut bernyanyi lagu kebangsaan adalah bidah dan pemerintah Indonesia ini adalah thoghut.

Menurut Nizar, waktu itu sepertinya pihak sekolah tidak menganggap terlalu serius. Karena memang belum ada bom-bom teroris seperti sekarang.

Fakta bahwa pelaku bom bunuh diri di Surabaya akhir pekan lalu melibatkan anak-anak harus menjadi perhatian serius. Terutama bagi para stakeholder pendidikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News