Kesaksian tentang Dokter Sunardi, dari Menunggak Iuran di Kampung sampai Pujian soal Kedermawanan

Kesaksian tentang Dokter Sunardi, dari Menunggak Iuran di Kampung sampai Pujian soal Kedermawanan
Para pelayat menaikkan jenazah dr Sunardi ke ambulans yang membawanya ke Tempat Pemakaman Muslim Polokarto, Sukoharjo, Kamis (10/03). Foto: Romensy Agustino/JPNN.com

jpnn.com - Kematian seorang dokter warga Sukoharjo, Sunardi, menyisakan polemik. Media sosial masih riuh oleh berbagai komentar yang meragukan maupun meyakini pria kelahiran 10 Mei 1968 itu terlibat terorisme.

Laporan Romensy Augustino, Sukoharjo

RABU (10/3) malam, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menyergap Sunardi di Dukuh Cendono, Desa Sugihan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Rabu (10/03) malam. Konon warga RT 03/RW 07 Dukuh Bangunsari, Kelurahan Gayam, Kecamatan Sukoharjo, itu sebagai sosok penting di Jamaah Islamiyah (JI).

Baca Juga:

Jenazah Sunardi dimakamkan di Tempat Pemakaman Muslim Polokarto, Sukoharjo, Kamis (10/03) malam. Dia meninggalkan seorang istri dan empat anak.

Banyak orang yang mengaku mengenal Sunardi dan menganggapnya sebagai sosok dermawan serta suka membantu. Namun, ada pula warga yang menganggapnya tidak pernah bersosialisasi.

Ketua RT di tempat Sunardi berdomisili, Bambang Pujiana, menyebut warganya itu bersikap tertutup dan tidak tertib administrasi kampung.

Bambang yang menjadi ketua RT sejak 2019 menyatakan Sunardi tidak pernah mengikuti kegiatan warga. Saat warga menggelar kegiatan kampung, Sunardi tidak pernah ikut bergabung maupun sekadar bersosialisasi dengan para tetangganya.

"Saya tidak tahu alasannya apa, orangnya itu tertutup dan pendiam," kata Bambang saat ditemui JPNN.com, Sabtu (12/3).

Banyak yang menganggap Sunardi sebagai dokter dermawan dan aktif di kegiatan sosial. Namun, ada pengakuan lain soal Sunardi dari lingkungan tempat tinggalnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News