Kisah Musyiri, Keliling Jualan Buah agar Anak Bisa Sekolah
Penghasilan yang ia dapatkan memang tidak seberapa, dibandingkan lelah yang menderanya. Dalam sehari, rata-rata ia bisa membawa pulang uang keuntungan Rp 50 ribu. Kalau ramai, bisa Rp 100 ribu. “Semuanya saya syukuri,” terangnya.
Buah yang dijualnya diambil dari Sesaot. “Sedihnya kalau buah itu busuk. Kan nggak bisa kita jual lagi, kadang-kadang saya makan yang bagian masih bagus, ada rugi sih karena nggak kejual, tetapi anggap saja belum rezeki,” jelasnya.
Mengais rezeki di Kota Mataram bermodalkan dua keranjang yang ia pikul setiap hari, memang tidak mudah. Terik matahari tidak bisa dianggap remeh. Maka tak jarang, karena usianya yang sudah kepala enam, ia sering dihinggapi rasa nyeri otot atau kelelahan.
Tetapi sebisa mungkin, Musyiri tidak ingin menyerah begitu saja. Ada istri dan enam orang anak yang harus ia nafkahi. “Ada tiga yang sudah nikah, tiganya lagi masih sekolah,” terangnya.
BACA JUGA: Diovani, si Bocah Jualan Gorengan demi Biaya Pengobatan Adiknya
Meski penghasilannya tak seberapa, tapi Musyiri tetap ingin bertahan menjadi penjual buah keliling. Itu dilakukan agar anak-anaknya bisa sekolah. Minimal bisa menyelesaikan jenjang pendidikan SMA.
"Saya tidak mau mereka seperti saya, tidak pernah mengenyam pendidikan formal sejak kecil,” ungkapnya. (*/r3)
Musyiri, pria usai 60 tahun, setiap hari keliling berjualan buah – buahan agar anak – anaknya bisa sekolah.
Redaktur & Reporter : Soetomo
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri