Komite II DPD RI: Kasus Karhutla Harus Dirumuskan Melalui Regulasi yang Efektif

Komite II DPD RI: Kasus Karhutla Harus Dirumuskan Melalui Regulasi yang Efektif
Ketua Komite II DPD RI, Yorrys Raweyai memimpin RDPU untuk membahas mengenai pengawasan UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Foto: Humas DPD RI

“Dengan kata lain, tingkat kerugian akibat kebakaran hutan tahun 2019 lebih besar dibanding 2015,” imbuhnya.

Narasumber yang hadir dalam RDPU Komite II DPD RI, Dradjad Hari Wibowo, adanya kasus karhutla sangat merugikan negara Indonesia. Penanganan pemerintah atas kasus karhutla dinilai tidak serius dan tidak efektif. Dirinya menganggap penanganan karhutla tidak diimbangi dengan sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah yang terjadi kasus karhutla. Selain itu, tidak adanya tindakan tegas atas pelaku pembakaran hutan dan lahan.

“Itu menunjukkan penanganan karhutla dan bencana asap, itu kurang efektif. Penanganan lebih kepada pencitraan penegakan hukum. Sekian perusahaan sudah kita tindak, itu biasanya yang ditekankan. Pemprov dan Pemkab/Pemkot kurang intensif terlibat karena kurang sumber daya dan dana. Penanganan bias ke tahun terjadinya bencana asap. Jadi budget ngucur saat terjadinya bencana, ketika tidak ada bencana, lembaga klaim digunakan untuk memperbaiki sistem,” kata Drajad.

Secara terpisah, Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, menjelaskan bahwa kasus karhutla membuat Indonesia menjadi salah satu negara emiter karbon terbesar di dunia.

Dirinya memfokuskan pada pengurangan deforestasi dan pembakaran untuk pembukaan lahan. Saat ini masih banyak industri yang menggunakan pembakaran untuk land clearing.

“Setiap tahun di musim kering kita punya permasalahan. Deforestasi dan kebakaran hutan menyumbang emisi karbon terbesar. Tanpa adanya pengurangan deforestasi, Indonesia tidak akan bisa memenuhi komitmen pengurangan emisi karbon,” ucapnya.(adv/jpnn)

Komite II DPD RI meminta pemerintah merumuskan regulasi yang efektif dalam menyelesaikan permasalahan karhutla yang selama ini terus menjadi momok masyarakat Indonesia.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News