Kurdi Irak Gelar Referendum, Iran dan AS Khawatir
jpnn.com, IRBIL - Iran menutup perbatasannya dengan Irak kemarin, Senin (25/9). Itu terkait dengan referendum kemerdekaan yang digelar di etnis Kurdi yang tinggal di Irak.
Dalam keterangannya, Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan bahwa gagasan untuk menutup perbatasan itu datang dari pemerintahan Perdana Menteri (PM) Irak Haider Al Abadi.
”Teheran menghormati integritas wilayah Irak dan proses demokrasi yang berlangsung di sana,” kata Jubir Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Ghasemi.
Etnis Kurdi tidak hanya berada di Irak, tetapi juga tersebar di Iran, Turki, dan Syria. Namun, hanya di Irak mereka mendapat wilayah otonomi khusus berupa tiga provinsi.
Total, ada 8,4 juta penduduk dewasa yang memberikan suara mereka kemarin. Mereka harus memilih ya atau tidak pada satu-satunya opsi yang tercantum dalam balot referendum kemerdekaan tersebut.
Jika kubu "ya" menang, potensi lahirnya negara Kurdi yang terpisah dari Irak meningkat. Kendati demikian, referendum tersebut tidak akan punya kekuatan hukum.
Sejak berabad-abad lampau, etnis Kurdi berusaha mendirikan negara sendiri. Tetapi, etnis Kurdi terus-menerus direpresi pemerintah negara tempat mereka berdiam.
Namun, perang yang melanda Timur Tengah menguatkan posisi Kurdi. Apalagi, mereka aktif membantu perang melawan kelompok militan Islam atau ISIS di Irak dan Syria.
Berdirinya negara Kurdi diyakini akan berdampak buruk
- Sebut BI Fast Punya Kelemahan, Deni Daruri Sarankan Belajar dari AS
- China Menilai Amerika Serikat Munafik, Sorot Bantuan untuk Ukraina
- Konflik Timur Tengah: Pemerintah Diminta Cari Alternatif Pasokan Minyak dari Negara Lain
- DBL Camp 2024 Hadir di Jakarta, Ratusan Pelajar Berebut 12 Tiket ke Amerika Serikat
- Belanja Militer Dunia Nyaris Tembus Rp 40 Kuadriliun, 3 Negara Ini Paling Boros
- Kondisi Ekonomi Indonesia Masih Kuat Hadapi Dinamika Geopolitik Timur Tengah