Larangan Impor Jagung Dinilai Keblinger, Ini Alasannya

Larangan Impor Jagung Dinilai Keblinger, Ini Alasannya
Larangan Impor Jagung Dinilai Keblinger, Ini Alasannya

jpnn.com - JAKARTA - Pengusaha dan petani unggas yang tergabung dalam Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) menyebut melonjaknya harga ayam dan telur akhir-akhir ini terjadi terjadi akibat kebijakan pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla lewat Kementerian Pertanian, 'keblinger'.

Presiden FMPI Don P Utoyo mengatakan kondisi tersebut terjadi lantaran Kementan secara serampangan menetapkan kebijakan impor jagung per Oktober 2015 lalu. "Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia menilai kebijakan ini keblinger," katanya melalui siaran pers yang diterima JPNN, Kamis (28/1).

Penilaian itu menurutnya didasari sejumlah alasan, pertama, pelarangan impor disampaikan secara lisan tanpa disertai data pendukung yang terverifikasi. Lonjakan harga dan kelangkaan ketersediaan jagung yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, menunjukkan ketersediaan jagung lokal yang dikatakan masih berlimpah itu adalah tidak benar.

Kedua, Mentan menerbitkan Permentan No. 57/2015 yang belum lengkap perangkat petunjuk pelaksanaannya tentang penunjukkan Bulog sebagai importir tunggal periode kuartal 1 (Januari-Maret 2016). Hingga saat ini Bulog belum melaksanakan impor jagung sehingga kelangkaan pasokan jagung akan terus berlanjut.

Kelangkaan suplai jagung juga telah mengakibatkan lonjakan harga pembelian jagung lokal di tingkat pabrik pakan di luar batas kewajaran dan belum pernah dalam sejarah pangan di Indonesia harga jagung pipilan menembus batas psikologis Rp. 6.500 (dua kali dari sebelumnya sekitar Rp.3.200). "Ini merupakan harga jagung yang tertinggi di dunia," ketus Don.

Ketiga, Kebijakan ini juga pantas disebut keblinger karena tidak memikirkan dampak ikutannya. Sebab, ketika harga jagung melonjak, harga ayam dan juga telur ikut meroket. Kenaikan harga jagung secara langsung akan menaikkan biaya produksi daging dan telur ayam. 

Setiap kenaikan harga jagung Rp.100/kg akan menaikkan harga pokok produksi daging ayam sebesar Rp. 80/kg. Saat ini telah terjadi kenaikan harga jagung sebesar Rp. 3.300/kg, artinya telah terjadi pula kenaikan harga pokok produksi daging ayam sebesar Rp. 2.640/kg atau sekitar 15% hanya dalam waktu 2 bulan. 

Alasan keempat, jagung yang sudah diimpor oleh pabrik pakan untuk pengiriman bulan Desember 2015, dan tiba di beberapa pelabuhan di wilayah Indonesia bulan Januari 2016 ini, dilarang untuk dibongkar dan digunakan. Hal ini menurut Don, sangat mengganggu keberlangsungan industri perunggasan dan usaha peternakan rakyat dalam budidaya ayam. "Beberapa pabrik pakan saat ini hampir kehabisan jagung dan terancam berhenti berproduksi," klaim dia 

JAKARTA - Pengusaha dan petani unggas yang tergabung dalam Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) menyebut melonjaknya harga ayam dan telur

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News