Majid Merasa seperti Masih Dengar Suara Barok Kumandangkan Azan
Bukan hanya rupa wajahnya yang tampak jauh dari biasanya, beberapa bagian tubuh Barok juga penuh luka. Tidak ada lagi genggaman tangan yang biasa dia rasakan dari putranya itu. Terkulai lemas tangan Barok sepanjang perjalanan menuju RSUD Leuwiliang.
Begitu tiba di IGD rumah sakit itu, Majid dan keluarga Barok memohon agar petugas medis menyelamatkan anaknya. Bersujud-sujud dia. Namun, apa daya. Barok berpulang.
”Saya nggak kuat,” kata dia lirih.
Apabila tidak terus menguatkan hati, sambung dia, entah apa yang akan dia perbuat. Apalagi melihat Siti, istrinya. Hanya bisa terbaring di tempat tidur.
Saat granat lontar yang dimainkan putranya meledak, Siti tengah bekerja. Dia mengajar di madrasah tidak jauh dari kampung tempat keluarganya tinggal. Begitu tahu putranya jadi korban ledakan, Siti ambruk.
Perempuan yang biasa dipanggil Nyai oleh tetangga-tetangganya itu masih tampak lemas saat Jawa Pos berkunjung ke rumahnya, Jumat. Kepada petugas dan aparat yang datang silih berganti, dia menjelaskan rupa benda yang merenggut nyawa Barok.
Dengan terbata-bata, Nyai berusaha menjelaskan semampunya. ”Baru ini saya lihat itu,” kata dia pelan.
Sambil terus diusap Siti Janatul Lutfiah Sania, anak perempuan satu-satunya, Nyai menjelaskan bahwa dirinya sudah berusaha menjauhkan Barok dari benda itu. Sampai dibuangnya granat lontar tersebut.
Keluarga masih dirundung duka atas meninggalnya Barok dan Doni akibat ledakan granat lontar.
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri