Mau Tau Asal-usul dan Sejarah Dialek Unik Tionghoa Surabaya? Masuk Sini!

Mau Tau Asal-usul dan Sejarah Dialek Unik Tionghoa Surabaya? Masuk Sini!
Ilustrasi. JAWA POS

Bahkan, kebijakan penjajah yang pernah mengatur permukiman berbasis etnis di Surabaya pun tidak mampu membendung peleburan itu. Tidak sedikit etnis Tionghoa yang justru menikah dengan etnis Jawa. 

Sebagian menyebut keturunan mereka dengan istilah ampyang. Istilah yang sebenarnya menunjuk sebuah kue perpaduan kacang china dengan gula jawa. 

Semakin lama, makin banyak perantau Tionghoa yang datang ke Surabaya. Kawasan yang ditempati meluas. Dari yang awalnya bertempat tinggal di dekat Kalimas, saat itu mereka meluber hingga ke daerah Kapasan. 

Peleburan itu juga terjadi pada bahasa pengantar. Perantau Tionghoa yang mahir berdagang selalu berusaha menggunakan bahasa lokal. Kesulitan mengucapkan huruf "r" pun tidak jadi masalah. Karena itu, jangan heran kalau ada istilah pigi yang asalnya merupakan kata pergi.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bahasa Universitas Widaya Mandala menjelaskan, sebagian besar warga Tionghoa yang datang ke Surabaya memang tidak bisa menggunakan bahasa Mandarin. 

Mereka rata-rata menggunakan bahasa suku aslinya. Misalnya, pendatang dari Fujian dan Guangzhou yang menggunakan bahasa Hokian. 

Namun, dia memastikan bahwa tidak semua bahasa "Pasar Atum" itu diadopsi dari bahasa Hokian. "Contohnya, ya pigi-pigi yang berasal dari kata pergi," ujarnya. Itu murni muncul karena etnis Tionghoa tidak bisa melafalkan huruf "r".

Ester juga memberikan contoh kalimat utuh dialek Tionghoa-Surabaya yang merupakan perpaduan tiga dialek sekaligus. Besok mau pigi Jakarta ambek sapa? 

DIALEK para Tionghoa Surabaya bisa dikatakan lain daripada yang lain. Mungkin, orang di luar Surabaya akan menganggap aneh dan bisa jadi senyum-senyum

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News