Memahami Kerusakan dan Memperkuat Optimisme

Oleh: Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI

Memahami Kerusakan dan Memperkuat Optimisme
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI

Tak hanya alokasi anggaran, bahkan waktu, tenaga serta pikiran seluruhnya fokus pada upaya cegah tangkal penyebarluasan wabah nCoV-19. Dan, sudah terbukti bahwa upaya komprehensif untuk cegah tangkal itu ternyata sangat tidak mudah. Lihatlah buktinya. Hanya dalam hitungan dua-tiga minggu sejak kasus pasien positif Covid-19 terdeteksi di Depok, total pasien Covid-19 di dalam negeri pada pekan kedua Maret 2020 sudah berjumlah 450 pasien dan tersebar di 16 provinsi.

Pada saat yang sama, semua kepala pemerintahan bersama jajaran menteri ekonomi juga bekerja ekstra keras agar kinerja perekonomian negara tidak lumpuh. Alih-alih memacu pertumbuhan ekonomi sesuai target yang telah diproyeksikan, mencegah kerusakan di sejumlah sektor pun menjadi pekerjaan tidak mudah.

Kerusakan di sektor pariwisata, jasa penerbangan dan hotel sangat nyata. Begitu juga di sektor perdagangan antar-negara (ekspor-impor). Kerusakan di sektor ekonomi saat ini bahkan sudah memunculkan perkiraan tentang potensi resesi ekonomi global. Dalam situasi seperti sekarang, yang bisa dilakukan setiap negara adalah menerapkan sejumlah kebijakan stimulus agar perekonomiannya tidak mengalami kerusakan yang kelewat serius. Langkah yang sama juga dilakukan Indonesia.

Sejumlah pihak sering menggambarkan kerusakan ekonomi Indonesia dari gambaran fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kalau nilai tukar saat ini sudah menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS, depresiasi rupiah seperti itu sejatinya predictable, karena para pengelola dana (fund manager) menggeser penempatan dana ke negara-negara yang perekonomiannya relatif belum mengalami kerusakan akibat wabah nCoV-19. Sangat disayangkan karena ada saja pihak yang terus mendramatisasi fluktuasi nilai tukar valuta. Padahal dramatisasi seperti itu berpotensi menambah rasa takut masyarakat. Hal-hal seperti ini tak patut dilakukan ketika sebagian besar masyarakat masih diselimuti gelisah dan cemas oleh pandemi virus corona.

Sejumlah indikator ekonomi, seperti nilai tukar valuta, indeks harga saham gabungan hingga harga energi seperti minyak dan gas, memang harus dipublikasikan secara berkelanjutan untuk diketahui publik. Namun, publikasi indikator-indikator ekonomi itu hendaknya tidak didramatisasi untuk tujuan membuat publik takut. Jangan lupa bahwa dalam konteks gejolak ekonomi, situasi seperti sekarang bukan pengalaman pertama bagi Indonesia. Beberapa dekade lalu, Indonesia juga pernah menghadapi gejolak dan krisis ekonomi. Namun, sudah terbukti bahwa perekonomian negara tidak hancur. Dengan kebersamaan dan kerja keras, perekonomian Indonesia bisa pulih.

Kerusakan di sektor ekonomi akibat wabah nCoV-19 yang terjadi sekarang jangan sampai membuat Bangsa Indonesia pesimis. Sebaliknya, optimisme bersama harus dibangun dan terus diperkuat dengan keyakinan bahwa masa-masa sulit sekarang akan bisa dilalui pada waktunya.

Di penghujung pekan ketiga Maret 2020, otoritas kota Wuhan di Tiongkok melaporkan tidak adanya kasus baru Covid-19 selama tiga hari berturut-turut.

Wuhan dikenal karena di kota inilah pasien positif Covid-19 pertama terdeteksi. Kalau penularan wabah nCoV-19 di Wuhan bisa direduksi atau terhenti, hal yang sama bisa terjadi di negara lain, termasuk di Indonesia. Karena itu, tetaplah optimistis.***

Menurut Bamsoet, optimisme bersama harus dibangun dan terus diperkuat dengan keyakinan bahwa masa-masa sulit seperti sekarang akan bisa dilalui pada waktunya.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News