Mengunjungi The MacDonald House, Lokasi Pengeboman oleh Usman dan Harun

Setelah Direnovasi, Kini Menjadi Kantor Bank

Mengunjungi The MacDonald House, Lokasi Pengeboman oleh Usman dan Harun
BERSEJARAH: Gedung The MacDonald House di Orchard Road, Singapura yang pernah menjadi sasaran aksi pemboman oleh anggota KKO TNI AL, Usman dan Harun. Foto: Bayu Putra/Jawa Pos

Tapi, lain lagi yang disampaikan Wo Yunnos. Pria paro baya itu mengungkapkan, saat bom jatuh di TMH, terjadi kepanikan. Warga semburat menyelamatkan diri. Menurut dia, peristiwa tersebut telah menjadi bagian dari sejarah Singapura.

Yunnos menyatakan, masyarakat Singapura tidak marah atas tragedi itu apalagi sampai dendam kepada masyarakat Indonesia. Sebab, masyarakat Singapura dan Indonesia sudah berpuluh tahun menjalin hubungan yang baik. Dia mencontohkan beberapa temannya yang memiliki pembantu rumah tangga atau pengasuh bayi asal Indonesia.

Ketika diceritakan bahwa peristiwa itu menghangat di media-media Indonesia setelah Singapura memprotes penamaan KRI Usman-Harun, Yunnos terkejut. Dia mengakui, beberapa media Singapura juga menurunkan berita itu. Salah satunya The Straits Times. "Tapi, kami tidak merasa geram atas masalah itu. Ini politis," ujarnya.

Catatan kelam mengenai pengeboman gedung TMH tersebut tidak mudah diperoleh. Di museum pemadam kebakaran di pusat kota Singapura, sama sekali tidak ada catatan tentang sejarah tersebut.

Menurut salah seorang petugas museum, 1960-an merupakan tahun-tahun terakhir Singapura menjadi bagian dari Malaysia. "Sayangnya, dokumentasi tentang peristiwa pengeboman itu telah dibawa ke London."

Peristiwa pengeboman gedung TMH itu membuat pemerintah Singapura murka. Mereka memburu para pengebom dan memblokade semua jalur laut keluar dari Singapura. Setelah tiga tahun diburu, Usman dan Harun ditangkap di perairan Singapura setelah kapal motor yang mereka tumpangi mogok. Keduanya diadili dan dijatuhi hukuman mati. Pada 17 Oktober 1968 subuh dua prajurit pemberani itu dieksekusi di tiang gantungan.

Dua prajurit tersebut langsung mendapatkan dua gelar yang bertolak belakang. Presiden Soeharto kala itu langsung memberikan gelar pahlawan kepada mereka. Kedatangan dua jenazah di Bandara Kemayoran disambut ribuan warga dengan isak tangis.

Sebaliknya, bagi Singapura, Usman dan Harun adalah teroris. Mereka membawa luka bagi masyarakat Singapura. Pada 1973 polemik Usman dan Harun ditutup setelah PM Singapura Lee Kwan Yew berkunjung ke Indonesia. Bahkan, Lee sempat berziarah dan menabur bunga di makam Usman dan Harun di TMP Kalibata.

Polemik penamaan KRI Usman-Harun tidak lepas dari sejarah infiltrasi Indonesia ke Singapura 49 tahun silam. Dua prajurit Indonesia, Sertu KKO Anumerta

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News