Menyengkeram dan Dicengkeram

Menyengkeram dan Dicengkeram
Menyengkeram dan Dicengkeram
Bahkan, seorang politikus yang walaupun bukan seorang menteri, bukan pula anggota DPR, tak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi jika posisinya di sebuah parpol cukup sentral pula. Apalagi parpol yang dipimpinnya termasuk partai besar. Bagaimana pun “orang-orang” separtainya di kabinet maupun di parlemen adalah networking yang diperhitungkan para penegak hukum.

Secara teori dan perundang-undangan, semua orang sama di mata hukum. Namun dalam praktek day to day, asas equality before the law tak segamblang itu. Selalu ada pertimbangan tertentu, walaupun yang diungkap ke publik adalah alasan hukum, misalnya, bukti-buktinya masih didalami hingga lebih kuat.

Adagium bahwa ketika pengabdian kepada Negara dimulai, maka pengabdian kepada partai niscaya berakhir, bisa bermetamorfosis dalam bentuk terbalik. Bahwa pembelaan partai politik justru baru dimulai ketika seorang kader dan tokohnya masuk ke kabinet, parlemen atau sekalipun hanya menjadi ketua partai.

Memang, sangat dilematis. Tujuan politikus di muka bumi memasuki partai niscaya untuk merebut kekuasaan. Dengan menggenggam kekuasaan, maka segenap cita-cita politik yang didedikasikan kepada kepentingan rakyat akan bisa tercapai lebih efektif.

Seberapa jauh gerangan cengkeraman politikus, apalagi seorang ketua umum maupun tokoh dan kader partai ketika dirundung, atau menghadapi masalah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News