Merayakan Kehilangan Atas Tanah

Oleh: Abdul Kodir

Merayakan Kehilangan Atas Tanah
Staf Pengajar Jurusan Sosiologi dan Tim Peneliti di Pusat Studi Bencana, Mitigasi, dan Lingkungan – Universitas Negeri Malang, Abdul Kodir. Foto: Dokpri

jpnn.com - Tanah adalah properti materiel yang dapat dijadikan komoditas karena nilai investasi yang dimiliki.

Namun, tanah juga memiliki nilai sosial dan budaya yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat.

Desa miliarder, ada sebuah tajuk pemberitaan media yang menunjukan kehebohan pada akhir-akhir ini. Sebuah judul yang bombastis.

Awalnya, saya mengira bahwa ini adalah fenomena ledakan komoditas budi daya (boom crops) pertanian yang memiliki nilai jual tinggi dan ceruk pasar internasional seperti cengkeh, kopi, kakao, kelapa sawit, dan lain-lain yang kerap terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Namun tak disangka, yang membuat warga desa menjadi miliarder ialah tanah mereka.

Setidaknya, dalam sepekan ini, terdapat dua lokasi yang menjadi sorotan sebagai desa miliarder. Pertama, ialah masyarakat Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.

Seperti yang kita ketahui lewat pemberitaan media yang viral, masyarakat desa tersebut menjual tanah mereka kepada pihak PT Pertamina (Persero) untuk pembangunan New Grass Root Refinery Tuban (NGRR Tuban).

Setidaknya terdapat 255 Kepala Keluarga yang kaya mendadak dikarenakan pihak PT Pertamina membeli dengan harga berkali-kali dari harga umumnya hingga jutaan rupiah.

Tidak heran, dengan hasil penjualan yang mencapai miliaran rupiah, warga desa tersebut menggunakan uangnya untuk naik haji, membayar utang, dan membeli mobil mewah.

Tanah adalah properti materiel yang dapat dijadikan komoditas karena nilai investasi yang dimiliki. Namun, tanah juga memiliki nilai sosial dan budaya yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News