Mereka Sudah Terbiasa Membenci Polisi

Mereka Sudah Terbiasa Membenci Polisi
Kartini Lubis berinteraksi dengan santri Pesantren Al Hidayah Senin lalu (21/5). Foto: KHAFIDLUL ULUM/Jawa Pos

jpnn.com - Tiap selesai salat Subuh, kelas khusus deradikalisasi disampaikan di Pondok Pesantren Al Hidayah, Deli Serdang, Sumut, dalam bentuk kisah teladan. Ada pula materi kebangsaan yang disampaikan aparat. Kini banyak santri yang bercita-cita jadi polisi atau tentara.

KHAFIDLUL ULUM, Deli Serdang

TIAP kali ada berita penangkapan terduga teroris, apalagi diwarnai penembakan, Kartini Lubis sudah bisa membayangkan apa yang akan dia hadapi di kelas. Sederet pertanyaan kritis dari para santri.

Terutama yang berkisar pada: Kenapa selalu ada penembakan? ’’Biasanya saya jelaskan, penembakan itu terjadi karena ada perlawanan. Kalau tidak salah, tak perlu melawan, menyerahkan diri saja,’’ kata salah seorang pengajar di Pesantren Al Hidayah, Deli Serdang, itu kepada Jawa Pos pada Senin lalu (21/5).

Maklum, yang dia hadapi adalah anak-anak para pelaku tindak terorisme. Memang, deradikalisasi menjadi program reguler di pesantren yang berlokasi di Desa Sei Mencirin tersebut. Dan, telah membuahkan hasil.

Namun, tiap kejadian penangkapan tentu masih sangat sensitif bagi mereka. Seperti membuka lagi kenangan lama yang tengah berusaha dihapus. Apalagi, orang tua sebagian di antara mereka tewas di tangan aparat.

Karena itu pula, setiap tamu ke pesantren yang mulai didirikan pada 2015 tersebut selalu diwanti-wanti. Jangan sampai mengungkit masa lalu orang tua mereka. Atau bagaimana mereka meninggal.

Sebab, hal itu bertolak belakang dengan semangat deradikalisasi di Al Hidayah. Upaya keras mengikis kebencian yang diwariskan orang tua setiap santri. Yang dilakukan secara rutin. Tiap selesai salat Subuh...

Butuh enam bulan untuk mengikis rasa dendam pada diri anak-anak pelaku terorisme di Pesantren Al Hidayah, Deli Serdang, Sumut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News