Mereka Sudah Terbiasa Membenci Polisi

Mereka Sudah Terbiasa Membenci Polisi
Kartini Lubis berinteraksi dengan santri Pesantren Al Hidayah Senin lalu (21/5). Foto: KHAFIDLUL ULUM/Jawa Pos

Petugas dari Polsek Kutalimbaru pun bergerak cepat meredam gejolak sebagian warga yang menolak keberadaan pesantren. Mereka memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa yang dilakukan Al Hidayah justru mencegah puluhan anak berusia 13–14 tahun itu jatuh pada rayuan radikalisme.

Otomatis, polisi juga sering singgah ke pesantren. Dan, itu rupanya tidak bisa diterima dengan mudah oleh para santri. ’’Mereka sudah terbiasa membenci polisi,’’ ucap Gazali.

Dari orang tua, mereka mewarisi keyakinan bahwa polisi dan tentara adalah thaghut. Penyembah selain Allah yang merupakan bentuk kekafiran.

Nah, ketika sering melihat kembali polisi, kebencian muncul kembali. Mereka memang tidak melakukan reaksi apa pun.

Efeknya lebih ke psikologis. Diam, murung, dan selanjutnya malas belajar. Otomatis, beban para pengasuh santri jadi semakin berat.

Gazali dan para pengajar harus berupaya keras mengikis dendam dan kebencian kepada aparat itu. Perlahan, kepada para santri, ditanamkan pengertian tentang tugas mulia yang dilakukan polisi: menjaga ketertiban dan keamanan, menangkap penjahat, dan memberikan pelayanan bagi masyarakat.

Nilai kasih sayang, saling menghormati, tolong-menolong, dan saling memaafkan tak henti-hentinya diberikan. ’’Kami berusaha keras mengubah paradigma mereka,’’ ucapnya.

Begitu pula dalam pelajaran fikih, mereka diberi pemahaman bagaimana menghormati perbedaan pendapat. Sebab, fikih tidak lepas dari persoalan khilafiah. Dalam pelajaran tauhid, keyakinan mereka semakin dimantapkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam adalah agama damai.

Butuh enam bulan untuk mengikis rasa dendam pada diri anak-anak pelaku terorisme di Pesantren Al Hidayah, Deli Serdang, Sumut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News