Merespons Wacana Pemindahan Ibu kota, Anton Doni Sarankan Jokowi Fokus pada Visi Misi

Merespons Wacana Pemindahan Ibu kota, Anton Doni Sarankan Jokowi Fokus pada Visi Misi
Alumnus Asian Social Institute, Manila, Anton Doni (kanan) dan mantan Ketua PMKRI Restu Hapsari saat diskusi bertema “Menimbang Urgensi Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara” di Kantor PMKRI, Jakarta, Rabu (8/5). Foto: Dok. JPNN

Tampak beberapa anggota dan Pengurus PMKRI saat Diskusi  dengan tema "Urgensi Pemindahan Ibu Kota Negara di Margasiswa PMKRI, Jakarta, Rabu (8/5). Foto: Dok. JPNN.com

Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, menurut Anton, daftar agenda urusan termasuk masih sangat panjang. Gedung sekolah, walau sebagian besar sudah baik, masih ada juga yang tidak layak. Nasib guru honor masih memprihatinkan. Kompetensi guru masih jauh dari memadai, tapi solusinya senantiasa instan dan terlalu pragmatis.

Menurut Alumnus Asian Social Institute, Manila, 1997 – 2000 itu, berbagai perangkat lunak sistem pendidikan seperti kebijakan standardisasin kompetensi, kurikulum, standardisasi sarana prasarana, serta standardisasi dan sistem evaluasi pendidikan masih terlalu jauh dari kapasitasnya dalam menjawab tantangan-tantangan baru. Oleh karena itu membutuhkan evaluasi serius dan perbaikan.

“Untuk perubahan yang lebih signifikan, sesuai RPJP Nasional yang menekankan daya saing internasional dan dalam menjawab tantangan era digital Industri 4.0, kita membutuhkan perpustakaan standar tinggi (konvensional dan digital) di setiap sekolah, dan ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit,” ujar Anton Doni yang juga pemerhati link & match dunia pendidikan dan ketenagakerjaan.

Dalam urusan pembangunan ekonomi, kata Anton, daftar urusan juga sangat banyak dan membutuhkan perhatian seorang Presiden. “Kebutuhan anggaran untuk infrastruktur kan masih sangat banyak menurut perhitungan Bappenas. Periode lalu saja mestinya Rp. 5.000 trilyun rupiah, untuk berbagai infrastruktur. Infrastruktur jalan sendiri masih sangat besar kebutuhannya. Dan sudah saatnya dana Pusat menjawab kebutuhan infrastruktur jalan propinsi dan kabupaten yang sangat besar. Mengandalkan daerah dan APBD jelas bukan sikap yang realistik. Itu hanya memperpanjang kesengsaraan masyarakat yang belum terkoneksi dengan baik ke dunia luar karena terbatasnya infrastruktur,” demikian Anton.

Proyek strategis nasional, lanjutnya, juga masih perlu perhatian dan anggaran untuk kapitalisasi agar tujuan ekonominya tercapai.

“Jalan Trans Sumatera yang sudah menelan anggaran sangat besar, tentu masih membutuhkan langkah-langkah berikut untuk membuatnya menghasilkan impak ekonomi besar. Termasuk memastikan beresnya urusan sawit dan industri-industri turunannya di pusat-pusat industri di sekitar Trans Sumatera. Bendungan-bendungan yang dibangun juga membutuhkan langkah berikut untuk memastikan pendayagunaannya untuk ekonomi pertanian. Jika tidak, maka hanya mentok di proyeksi impak akan mengairi sekian banyak hektar lahan pertanian, tetapi impak itu tidak kunjung tereralisasi,” kata Anton.

Jokowi juga perlu sangat fokus di urusan pengentasan kemiskinan dan pengangguran. “Ada kebanggaan membawa turun angka kemiskinan dan pengangguran. Tetapi secara jumlah, itu masih sangat besar. Jumlah penduduk miskin 25 juta. Jumlah pengangguran 7 juta, termasuk di dalamnya lebih dari 700.000 lulusan universitas. Menangani urusan ini tidak mudah. Butuh perhatian serius. Karena pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen itu tidak bisa menghasilkan impak progresif dalam hal kemiskinan dan pengangguran. Butuh langkah-langkah bold dalam kaitan dengan investasi dan pemberdayaan ekonomi,” demikian kata mantan Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut.

Anton menyatakan setuju bahwa pemindahan ibu kota negara merupakan sesuatu yang perlu, untuk menjawab persoalan beban ekologis Jakarta, dan mungkin kebutuhan koordinasi urusan pemerintahan. Tapi keperluan ini harus ditempatkan dalam struktur prioritas uru

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News