Meri Yulanda, Korban Tsunami Aceh yang Tujuh Tahun Dipaksa Jadi Pengemis
Berulang-ulang Lari, tetapi Selalu Tertangkap Lagi
Senin, 26 Desember 2011 – 08:08 WIB
Namun, kondisi ekonomi "orang tua" baru yang tidak mapan itu membuat Meri harus turun ke jalanan dengan menjadi pengemis. Dia dipaksa mengemis di Simpang Lima dan beberapa tempat strategis lain di Kota Banda Aceh. "Saya disuruh meminta-minta," katanya, mengenang.
Selama tujuh tahun berpisah dengan orang tua, selama itu pula Meri menjadi pengemis. Dia merasa tersiksa karena tiap hari harus menyusuri jalanan kota tanpa henti. Ditambah lagi, Fatimahsyam tergolong galak. Karena itu, Meri tak berani pulang bila tak membawa uang.
"Kalau saya pulang dengan tidak bawa uang, dia pasti marah. Saya pasti dipukul. Kadang-kadang dipukul dengan balok," kata Meri. Karena itu, bila tak membawa uang, Meri memilih tidak pulang. "Lebih baik tidur di trotoar saja," sambungnya.
Tidur di jalanan Kota Banda Aceh merupakan hal biasa bagi Meri selama tujuh tahun menggelandang. "Di luar, saya makan kalau ada uang saja. Kalau nggak ada uang, ya tidak makan," ucapnya."
Pada 26 Desember tujuh tahun lalu tsunami mahadahsyat menghancurkan Aceh. Sejak itu, Meri Yulanda, 15, terpisah dari keluarga. Selama tujuh tahun
BERITA TERKAIT
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri