Minke Baru Antitesis Neoliberal

Minke Baru Antitesis Neoliberal
Minke Baru Antitesis Neoliberal
Saat Jepang masuk pada 1942, usia Yoesoef sudah belasan tahun. Di depan pelupuk matanya, ia lihat kekejaman Jepang terhadap anak bangsa. Orang-orang kurus kering karena kelaparan, bahkan banyak yang mati tergeletak karena kesewenang-wenangan Jepang.

***

Dengan latar belakang itulah Yoesoef bertumbuh. Setelah Jepang angkat kaki, Joesoef bekerja di koran Berita Indonesia yang didirikan S Taskin, S Tasrif, Mohammad Sa'af dan Haris, paman Joesoef. Ia mengkliping koran-koran asing untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

Yoesoef lebih menguasai bahasa Belanda dan Inggris dibanding bahasa Indonesia. Ia mengenal bahasa "Melayu Pasar", bukan bahasa Indonesia yang disebut sebagai bahasa "Melayu Tinggi". Namun ia dengan cepat menguasai bahasa Indonesia setelah menekuni pidato serta tulisan Bung Karno yang populer ketika itu.

Pikiran Bung Karno menyadarkan Yoesoef akan api nasionalisme. Ia mulai menyukai politik. Yoesoef menjadi jurnalis hanya bermodal pendidikan Sekolah Ekonomi Menengah Belanda (MHS). Namun karena menguasai bahasa asing, ia mulai mengunyah-ngunyah karya Shakespeare, Marx, Freud, Bernard Shaw, hingga lagu-lagu klasik dari piringan hitam karya Mozart, Bach, Bethooven dan lain-lain.

YOESOEF ISAK, 81 tahun, telah pergi. Nama penerbit Hasta Mitra yang meninggal dunia Sabtu 15 Agustus 2009 di kediamannya, Jalan Duren Tiga, Jakarta

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News