Not for Profit

Oleh: Dahlan Iskan

Not for Profit
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Nilai pesangon itu SGD 80 juta. Sekitar Rp 800 miliar. Masih pula diberi saham holding senilai SGD 30 juta. Dengan demikian, tiap tahun lembaga not for profit tersebut masih akan mendapat penghasilan dari dividen.

Demikian juga redaksi, percetakan, IT, dan kekayaan merek diserahkan ke lembaga not for profit itu. Termasuk gedung yang selama ini mereka sewa dari holding.

Berarti, setelah pemisahan itu, media tersebut tidak lagi menjadi anak perusahaan holding. Ia menjadi perusahaan terpisah. Berdiri sendiri.

Anak perusahaan tersebut akan didaftarkan sebagai perusahaan publik bergaransi.

Kita, rasanya belum mengenal status perusahaan dengan sebutan ”public company limited by guarantee (CLG)”. Di Amerika Serikat dan Eropa sudah biasa.

SPH sengaja memilihkan masa depan bisnis medianya menjadi lembaga not for profit. Bukan lembaga nonprofit. Ada perbedaan antara not for profit dan nonprofit.

Lembaga not for profit boleh mencari keuntungan. Boleh berbisnis. Namun, keuntungannya tidak boleh dibagi ke pemegang saham.

Labanya hanya boleh untuk memajukan lembaga itu sendiri.

The Straits Times menjadi lembaga not for profit. Singapura telah memberikan contoh ada pilihan baru bagi masa depan media.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News