Pakar Hukum: Perbanyak Nelayan di Perairan Natuna

Pakar Hukum: Perbanyak Nelayan di Perairan Natuna
Salah satu kapal nelayan tradisional di Natuna, Kepri. Foto ; Cherman/Antara

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, salah satu cara yang ampuh meladeni manuver Tiongkok di ZEE Natuna adalah dengan memperbanyak nelayan Indonesia di perairan tersebut.

"Perbanyak nelayan kita di sana untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Ini kan masalah sumber daya alam," katanya usai mengikuti diskusi tertutup yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Senin (13/1).

Agar nelayan berbondong-bondong ke Natuna, Hikmahanto mendorong larangan penggunaan kapal ikan di atas 150 GT di ZEE Natuna dibuka saja khususnya untuk wilayah yang diklaim China tersebut. Termasuk penggunaan alat tangkap cantrang dengan tetap menjaga konservasi.

"Kalau perlu penggunaan cantrang (dibolehkan) karena nelayan China juga menggunakan cantrang," ujarnya.

Cara itu menurut Hikmahanto paling mungkin dibanding Indonesia dan Tiongkok kerja sama Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) RI di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

"Kalau kerja sama enggak mungkinlah. Orang saling enggak mengakui," kata Hikmahanto.

Pemerintah Indonesia tidak pernah mengakui dasar klaim yang disampaikan pemerintah Tiongkok, yakni sembilan garis imajiner atau Nine Dash Line. Sebaliknya China juga tak mengakui ZEE Indoensia berdasarkan UNCLOS 1982.

"Jadi gimana mau dikerjasamakan? Enggak ada duduk bareng. Enggak bisa," ujar Hikmahanto.

Di Natuna itu, menurut Hikmahanto, persoalannya menyangkut sumber daya alam. Karenanya, pemerintah harus memperbanyak nelayan di sana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News