Pembangunan Smelter PT Freeport di Gresik Baru Mencapai 3,86%

Pembangunan Smelter PT Freeport di Gresik Baru Mencapai 3,86%
Aktivitas tambang PT Freeport Indonesia. Foto: dok/Radar Timika

Pemerintah melalui tim pengawas independen (independent verificator) memastikan perusahaan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian sesuai dengan jadwal. Jika perusahaan bisa membangun smelter sesuai dengan rencana yang dimasukkan kepada pemerintah, izin ekspor tetap diberikan.

’’Sebaliknya, jika tidak, izin ekspornya bisa dicabut. Tetapi, membangun smelter tetap harus dilanjutkan,’’ tuturnya.

Pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.

UU Nomor 4 Tahun 2009 ini mensyaratkan bahwa pengelolaan minerba tidak boleh dilakukan hanya dengan mengekspor bahan mentah. Tetapi, minerba harus diolah di dalam negeri agar memberikan nilai tambah ekonomi bagi negara, pengelolaan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat setempat.

’’Izin ekspor itu fasilitas yang diberikan pemerintah kepada PT FI untuk bisa melakukan kegiatan penjualan keluar selama smelternya belum terbangun sempurna,’’ jelas Bambang.

Pemerintah memberikan tenggat pembangunan smeleter dapat terlaksana dalam lima tahun. Jika belum ada perkembangan signifikan, berdasar aturan, Freeport akan dikenai bea ekspor keluar 7,5 persen.

Sementara itu, produksi konsentrat PT FI pada tahun ini merosot menjadi 1,2 juta ton dari 2 juta ton pada 2018. Penyebabnya, transisi perubahan skema pertambangan terbuka menjadi tambang di bawah tanah. (vir/c14/oki)

 


Saat ini perkembangan pembangunan smelter sebagai fasilitas pengolahan milik PT Freeport Indonesia di Gresik baru mencapai 3,86 persen.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News