Pemimpin dan Idealisme Keagrariaan

Pemimpin dan Idealisme Keagrariaan
Pegiat Politik DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Anton Doni Dihen. Foto: Ist.

jpnn.com - Oleh: Anton Doni Dihen
Pegiat politik Partai Kebangkitan Bangsa, Wakil Direktur Program TKN Jokowi-Maruf Amin

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang sering disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), adalah puncak pencapaian sekaligus bentuk ekpresi tertinggi idealisme keagrariaan nasional. Walaupun wujud-wujud penerjemahannya dalam peraturan yang lebih jelas tidak seluruhnya mampu dihadirkan dalam badan undang-undang ini, tetapi cita-cita dan prinsip-prinsip dasarnya ternyatakan sedemikian rupa sehingga cukup mewakili harapan atas kedaulatan kebangsaan dan keadilan sosial.

Cita-cita keadilan sosial merupakan cita-cita yang kandungannya paling menonjol dalam undang-undang ini. Pernyataan tentang fungsi bumi, air, dan ruang angkasa “yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur” sudah langsung ditempatkan di konsiderans menimbang paling pertama. Fungsi ini juga masih dipertegas lagi pada konsiderans berpendapat kedua, dan dibuat semakin jelas pada bagian batang tubuh Undang-Undang sehingga muncul konsep fungsi sosial pada Pasal 6 melalui pernyataan ringkas tapi tegas “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”, dengan penjelasan yang agak panjang pada bagian penjelasan.

Penjelasan pada Bagian II.4. memperjelas pengertian fungsi sosial itu: “Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.

BACA JUGA: Infrastruktur dan Fantastika Jokowi

“Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akanterdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agrariamemperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan.

“Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya (pasal 2 ayat 3).

“Berhubung dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan-hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu (pasal 15). Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan fihak yang ekonomis lemah.”

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang sering disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), adalah puncak pencapaian sekaligus bentuk ekpresi tertinggi idealisme keagrariaan nasional.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News