Pendukung Brexit Mulai Panik

Pendukung Brexit Mulai Panik
Warga pro-Uni Eropa saat aksi demonstrasi menuntut referendum ulang Brexit di London, Foto: Reuters

jpnn.com - Waktu bagi pemerintah Inggris untuk menentukan kelanjutan rencana Brexit kian sempit. Parlemen dijadwalkan mengadakan voting draf final kesepakatan pada 14 Januari. Pesimisme menyelimuti para Brexiteer melihat kondisi politik Britania Raya.

Salah seorang yang mulai cemas adalah Menteri Perdagangan Internasional Liam Fox. ''Kalau kesepakatan Perdana Menteri (Theresa May) lolos di parlemen, Inggris pasti keluar pada 29 Maret. Jika tidak, kemungkinannya 50-50,'' ujar anggota Partai Konservatif itu sebagaimana dilansir Reuters, Minggu (30/12).

Fox tidak rela jika rencana Inggris bercerai dengan Uni Eropa gagal. Menurut dia, pembatalan Brexit merupakan pengkhianatan terhadap rakyat yang sudah memilih saat referendum 2016. Namun, dia pesimistis rakyat rela Inggris angkat kaki dari Uni Eropa tanpa kesepakatan.

Dalam beberapa minggu terakhir, momok no deal Brexit, sebutan untuk kondisi Brexit tanpa ada perjanjian, terus menyeruak. Pemerintah sudah membagikan manual untuk membimbing semua elemen apabila Inggris tiba-tiba teralienasi di Benua Biru. Misalnya, menurunkan 3.500 tentara untuk mengatasi kericuhan.

Yang terbaru, Kementerian Perhubungan membuat kontrak GBP 100 juta (Rp 1,8 triliun) untuk menambah kapasitas kapal di Inggris. Mereka mengantisipasi jika jalan darat yang biasa digunakan saat ini menjadi terlarang saat Brexit berlaku.

''Itu kebijakan yang gila. Pemerintah terlalu sembrono dalam menghabiskan uang rakyat,'' cetus Pimpinan Partai Liberal Democrat Vince Cable.

Situasi tersebut membuat banyak politikus yang mendorong referendum kedua. Mereka menilai rakyat berhak memilih kembali, apakah melanjutkan Brexit atau tetap di Eropa. ''Satu-satunya yang mengkhianati rakyat adalah politikus seperti Liam Fox. Dia seakan tidak memperbolehkan rakyat menentukan keputusan terakhir untuk nasib bangsa,'' tegas Layla Moran, legislator Liberal Democrat, kepada BBC.

Sementara itu, tersiar kabar bahwa parlemen sedang menggodok rencana pemunduran deadline pemberlakukan Brexit. Saat ini tenggat waktu pemberlakuan Brexit jatuh pada 29 Maret. Menurut The Guardian, tanggal tersebut diundur hingga Juni 2019. ''Saat rencana May lolos pun, pemerintah perlu waktu untuk meloloskan semua legislasi,'' ujar mantan Jaksa Agung Dominic Grieve.

Waktu bagi pemerintah Inggris untuk menentukan kelanjutan rencana Brexit kian sempit. Pesimisme menyelimuti para Brexiteer melihat kondisi politik Britania Raya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News