Pertama Kali, Koopssusgab Dibekali 12 Helikopter

 Pertama Kali, Koopssusgab Dibekali 12 Helikopter
Loreng SAMAR yang dikenakan Sat 81 Gultor Kopassus. Foto: FAIRY SURYANA FOR INDOPOS/ISTIMEWA

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpandangan, keputusan pemerintan mengaktifkan kembali Koopssusgab TNI prematur. Meski perintah presiden bisa dijadikan dasar pengaktifkan kembali komando tersebut, Khairul menilai itu saja masih belum kuat.

”Kalau idealnya ya nggak cukup,” terang dia. Sebab, dalam bentuk apapun Koopssusgab TNI tetap seja berasal dari institusi milter.

Khairul menilai, pelibatan Koopssusgab TNI terlalu dini. ”Kan mestinya menjadi wujud pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme yang mengacu pada UU baru,” jelasnya. Karena itu, dia menilai pemerintah terlalu cepat menyampaikan bahwa Koopssusgab TNI diaktifkan kembali untuk membantu Polri.

Meski UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bisa dijadikan dasar hukum, menurut dia lebih baik jika UU Antiterorisme yang baru menjadi dasar.

Sebab, sambung Khairul, dalam UU Antiterorisme tersebut bukan hanya legitimasi pelibatan TNI yang diatur. Melainkan juga turut diatur soal kendali, tugas poko dan fungsi, serta mekanisme pelibatan yang meliputi fungsi, intensi, dan situasi.

Namun demikian, pemerintah sudah mengambil keputusan. Yang harus dipastikan ke depan adalah pelibatan TNI tidak mencederai upaya menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat.

Terkait pembentukan Koopssusgab TNI di masa Moeldoko menjabat sebagai panglima TNI, Khairul menyampaikan bahwa pembentukannya nyaris bersamaan dengan keluarnya wacana jabatan baru di institusi TNI. Yakni wakil panglima TNI.

”Waktu itu ISIS mulai menjadi isu hangat. Kemudian ancaman teror merebak dan Pak Moeldoko sedang getol menyuarakan pengembangan organisasi TNI,” ujarnya.

Keputusan pemerintah mengaktifkan kembali Koopssusgab guna membantu Polri mengatasi aksi terorisme, menuai polemik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News