Petisi Papua: Membuktikan Janji HAM Australia

Petisi Papua: Membuktikan Janji HAM Australia
Petisi Papua: Membuktikan Janji HAM Australia

Banyak warga Australia yang tidak akan berpikir dua kali untuk mendukung petisi atau sesuatu yang dekat di hatinya. Namun di Propinsi Papua dan Papua Barat yang merupakan wilayah RI dimana kebebasan berbicara secara rutin dibatasi dengan ketat, menyatakan dukungan bagi kemerdekaan merupakan "pengkhianatan" yang bisa dihukum 15 tahun penjara.

Tentu saja sangat luar biasa dengan adanya 1,8 juta warga Papua (sekitar 70 persen dari populasi) yang menandatangani sebuah petisi - yang secara khusus dilarang oleh Pemerintah Indonesia - meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pemungutan suara secara bebas mengenai kemerdekaan.

Persiapan petisi ambisius ini dan upaya menyampaikannya kepada komite dekolonisasi PBB di New York, menandai babak baru yang dramatis dalam sejarah Papua, namun pasti akan menghadirkan tantangan serius bagi Pemerintah Australia.

Terjebak di tengah

Upaya Australia untuk mendapatkan kursi di Dewan Hak Asasi Manusia PBB didasarkan atas janji negara ini untuk menjadi suara bagi HAM di Pasifik.

Jika berpegang teguh pada janjinya itu, Australia tidak bisa mengabaikan petisi penting ini atau keinginan banyak negara Pasifik untuk mendukung penentuan nasib sendiri di Papua.

Harus keluar dari tradisi yang dilakukan Pemerintah Australia terdahulu yang menutup mata terhadap kekejaman HAM yang terjadi di depan pintu kita selama beberapa dekade, dan sebaliknya mengambil sikap tegas.

Di tahun 1950an, Pemerintah Australia membantu Pemerintah Kolonial Belanda melakukan transisi Papua menuju kemerdekaan. Pada tahun 1961 koloni ini telah memiliki bendera sendiri "Bintang Kejora", dan pegawai Pemerintah Papua. Namun, ketika konflik meletus di Papua pada tahun berikutnya antara Belanda dan Indonesia, PBB ikut campur.

Kesepakatan yang dimotori PBB memberikan kontrol sementara atas koloni tersebut kepada Indonesia dan dimaksudkan untuk melaksanakan referendum yang diadakan untuk menentukan pendapat rakyat. Tapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News