Pilu, Jenazah Anak Ditebus dengan BPKB Motor Mertua

Pilu, Jenazah Anak Ditebus dengan BPKB Motor Mertua
Toefan Nugraha dan Muslika menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari pemerintah desa. Foto: Ade Gustiana/Radar Cirebon

jpnn.com, CIREBON - Cerita pilu datang dari keluarga tak mampu asal Gintungranjeng, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Pasangan suami istri (pasutri) Toefan Nugraha (22) dan Muslika (18) harus 'menebus' jenazah buah hatinya, Muhammad Akmal Safanka dari rumah sakit dengan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Data yang dihimpun Radar Cirebon, bayi Muhammad Akmal Safanka lahir pada Senin malam (12/11) sekitar pukul 22.30 di salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Cirebon. Kondisinya tidak seperti bayi pada umumnya. Yakni tidak bisa menangis atau mengeluarkan suara. Sang bayi pun meninggal pada Selasa sore (13/11) sekitar pukul 17.39.

Meninggalnya Muhammad Akmal Safanka didiagnosa akibat keracunan ketuban. “Awal kontraksi subuh dan dirawat di Puskesmas Gintungtengah sampai jam 4 sore. Dari situ pindah ke Puskesmas Gempol sampai jam 8 malam, dan dirujuk ke rumah sakit,” ujar Toefan kepada Radar Cirebon.

Di rumah sakit itu peristiwa miris itu terjadi. Toefan menceritakan, tagihan yang harus dilunasinya pada saat itu sebesar Rp 5 juta. Harus dibayarkan saat itu juga agar bisa membawa pulang jenazah anaknya. Pihak keluarga, kata Toefan, tak mempunyai uang sebanyak itu. Mereka mengupayakan mencicil dengan menyerahkan dana awal Rp3 juta.

Pihak rumah sakit, menurut Toefan, enggan menerima uang itu dan meminta jaminan jika ingin tetap membawa pulang jenazah dengan segera. Pada akhirnya Toefan meminjam BPKB motor milik mertuanya dan diserahkan ke pihak rumah sakit.

“Sekitar jam 8 malam jenazah baru bisa saya bawa pulang, bersamaan dengan penyerahan BPKB yang saya pinjam milik mertua. Karena sudah malam, jenazah baru dikuburkan keesokan harinya (14 November, red),” ujar Toefan didampingi istrinya Muslika.

Pihak keluarga sangat menyesalkan kejadian itu. Toefan mengatakan sudah mengupayakan secara maksimal untuk menutupi biaya rumah sakit. “Namun bagaimana, saya tak punya uang lagi,” ujar Toefan yang sehari-hari berjualan buah kepundung itu.

Dia berharap, ke depan peristiwa tertahannya jenazah akibat tidak mampu melunasi tagihan itu tidak terjadi kepada keluarga lain. “Cukup keluarga saya yang merasakan bagaimana mirisnya ketika jenazah anak tidak bisa segera dibawa pulang dengan alasan tidak dapat melunasi tagihan,” ucapnya.

Si anak tidak bisa menangis atau mengeluarkan suara. Sang bayi pun meninggal, tapi jenazah tidak bisa segera dibawa pulang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News