Pisang Tak Laku, Ibu Ini Begadang Sampai Malam
Hidup sebatang kara, Anak meninggal, suami pergi
jpnn.com - Hidup di kota besar tidaklah mudah. Untuk bertahan butuh perjuangan keras dan kegigihan. Terlebih lagi bagi seorang wanita tua seperti Inaq Asiah.
FERIAL AYU, Mataram
Dinginnya angin malam terasa menusuk tulang. Tetesan air hujan perlahan mulai turun membasahi jalanan. Beragam kendaraan berseliweran datang dan pergi.
Dengan tatapan polos, Inaq Asiah duduk di sebelah pohon di bibir jalan raya di Jalan Airlangga. Belasan sisir pisang berjejer di hadapannya. Dia masih menanti kedatangan orang yang akan membeli jejeran pisang miliknya.
Hujan mulai besar, ia pun terburu-buru memindahkan semua pisang miliknya ke depan sebuah toko dekat jalan raya tersebut.
Tangannya terlihat gemetar, menahan dinginnya angin malam. Ia masih menata setiap sisir pisang agar tak rusak.
“Mari berteduh ke sini,” panggilnya ramah saat Lombok Post (Jawa Pos Group) kebetulan singgah di tempat tersebut.
Senyum ramah terpancar diwajahnya saat memulai perbincangan. Seperti inilah kondisi Inaq Asiah setiap harinya. Sehabis salat Isya, ia bergegas menuju Jalan Sriwijaya. Bersama Wahyudi, sang anak angkat, ia membawa belasan sisir pisang untuk dijual.
Hidup di kota besar tidaklah mudah. Untuk bertahan butuh perjuangan keras dan kegigihan. Terlebih lagi bagi seorang wanita tua seperti Inaq Asiah.
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri