PKS Usulkan Hapus Pasal Penghinaan Presiden dan Wapres di KUHP, Begini Alasannya

PKS Usulkan Hapus Pasal Penghinaan Presiden dan Wapres di KUHP, Begini Alasannya
Politikus PKS Almuzammil Yusuf. Foto: Dok. FPKS

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Almuzammil Yusuf menyampaikan interupsi terkait RKUHP dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (26/9). Interupsi itu dilakukan sesaat setelah Wakil Ketua DPR Agus Hermanto membuka rapat dengan agenda antara lain pengesahan lima komisioner Badan Pemeriksa Keuangan 2019-2024, dan pengesahan beberapa RUU.

Almuzammil dalam interupsinya, mendesak supaya pasal penghinaan presiden yang diatur dalam RKUHP dihapus. Politikus daerah pemilihan (dapil) Lampung itu juga mendesak paripurna mengesahkan RKUHP yang sudah dibahas bersama antara DPR dan pemerintah tersebut.

"Untuk itu kami Fraksi PKS pada kesempatan kali ini akan mengusulkan terkait RUU KUHP Pasal 218, 219,220 penyerangan kehormatan dan harkat martabat presiden dan wakil presiden dicabut," kata Almuzammil.

Dia lantas memaparkan alasan perlunya mencabut pasal tersebut. Pertama, kata Almuzammil, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 13 Tahun 2006, Nomor 6 Tahun 2007, yang mencabut Pasal 134, 136, dan 137, dan 154 dan 155 KUHP terkait dengan penghinaan presiden dan atau wapres.

Menurut Almuzammil, pertimbangan MK kala itu pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran, merupakan kritik atau penghinaan kepada presiden dan atau wapres.

Kedua, pasal penghinaan tersebut mengancam sangat serius pada kebebasan pers dan media massa pilar keempat demokrasi ketika mereka mengkritisi kebijakan presiden atau wapres yang dinilai merugikan hak-hak warga sipil.

Padahal, presiden dan wapres yang telah mendapat hak prerogatif yang luas sebagai pemerintah, maka harusnya siap dikoreksi oleh warganya. Jika tidak, akan berpotensi melahirkan kekuasaan otoriter dan sakralisasi terhadap institusi kepresidenan, atau yang disebut kekuasaan dikorupsi dengan semena-mena.

Ketiga, pasal penghinaan presiden itu akan berpotensi menambah potensi turunnya indeks demokrasi Indonesia pada era Presiden Jokowi. Menurut BPS, kata Almuzammil, hak-hak politik turun 0,84 poin pada 2017=2018, hak-hak sipil turun 0,29 poin 2017-2018. "Penurunan hak politik dan aspek kebebasan sipil ini indikasi dari melemahnya nilai demokrasi Indonesia," ujarnya.

Karena itu, Almuzammil menegaskan PKS meminta dua hal. Pertama, pasal penghinaan tersebut dicabut. "Kedua, RUU KUHP yang sudah dibahas bersama DPR dengan pemerintah dan seluruh fraksi disahkan di periode ini sebagai bagian dari suskesnya reformasi hukum kita, mengakhir penjajahan asing dalam bentuk perundang-undangan lebih dari satu abad," ujar Almuzammil.

Sementara, anggota Fraksi PDIP Jimmy Demianus Ijie menyatakan sebaiknya RKUHP ditunda dulu pengesahannya untuk dibicarakan lebih baik, teliti, dan hati-hati.

“Oleh karena itu, menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tunda dulu," ujar Jimmy menanggapi Almuzammil dalam rapat itu.(boy/jpnn)

Politikus PKS Almuzammil saat interupsi di rapat paripurna DPR mendesak supaya pasal penghinaan presiden yang diatur dalam RKUHP dicabut atau dihapus.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News