Presidential Threshold 20 Persen Rusak Iklim Demokrasi

Presidential Threshold 20 Persen Rusak Iklim Demokrasi
Diskusi bulanan yang diadakan Policy Centre (Polcen) Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (13/7). Foto: Iluni UI

Ada pula dua penggugat PT ke MK, yakni mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar N Gumay dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

“Kalau saya masih jadi hakim MK, tuntutan dari masyarakat yang menggugat presidential treshold 20 persen  akan saya kabulkan. Namun, saya, kan, sekarang sudah pensiun," kata Jimly.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai PT 20 persen dengan mengacu hasil Pemilu 2014 merupakan ketidakadilan.

“Sebab, Pemilu 2019 ini diikuti 16 parpol. Sebanyak 14 parpol yang ikut Pemilu 2014 dan dua parpol baru. Karena itu, berbeda perlakuan dan diskriminatif terhadap parpol baru,” ujar Titi.

Di sisi lain, Hadar menjelaskan bahwa negara-negara yang menerapkan sistem serupa tidak menetapkan persyaratan batas suara bagi parpol untuk mengusung capres asalkan sudah lolos sebagai peserta pemilu.

Peneliti dari LIPI Lily Romli menambahkan, penerapan PT 20 persen merupakan bagian dari oligarki predatoris atau defisit demokratis.

“Hal itu membunuh hak konstitusional parpol baru dan mengkhianati kedaulatan rakyat,” kata Lily. (jos/jpnn)


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Ashiddiqie menilai presidential threshold (PT) sebesar 20 persen pada Pilpres 2019 bisa merusak iklim demokrasi.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News