Resolusi Syria Terganjal Rusia, AS-Eropa Teken Sanksi

Resolusi Syria Terganjal Rusia, AS-Eropa Teken Sanksi
Resolusi Syria Terganjal Rusia, AS-Eropa Teken Sanksi
DAMASKUS - Bara revolusi terus membakar masyarakat Syria. Represi militer rezim Presiden Bashar al-Assad, yang telah menewaskan lebih dari 600 jiwa, tak sampai menciutkan nyali massa. Mereka malah memperkuat tuntutan dari semula reformasi menyeluruh terhadap sistem pemerintahan menjadi desakan supaya Assad mundur.

Tidak hanya itu, pasca serangan militer di Kota Daraa, 100 km selatan Damaskus, yang menewaskan 120 orang akhir pekan lalu,  rezim Assad menuai kecaman dari dunia internasional. Dewan Keamanan (DK) PBB pun mengadakan pertemuan darurat untuk membahas resolusi baru untuk Syria pada Kamis lalu (28/4).

Tapi, sanksi gagal dijatuhkan kepada Syria. Ada penolakan dari Rusia, Tiongkok, dan Lebanon atas resolusi DK PBB yang diusulkan Prancis, Inggris, Jerman, dan Portugal tersebut. Mereka mengusulkan agar seluruh 15 anggota DK ramai-ramai mengecam kekerasan di Syriah dan minta segera diakhiri. Malah Prancis mengusulkan adanya "langkah tegas" bila Assad menolak seruan untuk mengakhiri kekerasan atas demonstran.

Rusia yang menentang keras usul itu beralasan bahwa krisis yang terjadi di Syria belum mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Bila PBB langsung intervensi, bisa berakibat pada munculnya Libya kedua. "Ancaman nyata keamanan di Syria justru bisa datang dari campur tangan pihak luar," kata Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Alexander Pankin. Dia mengingatkan pendekatan serupa bisa berakibat perang saudara.

DAMASKUS - Bara revolusi terus membakar masyarakat Syria. Represi militer rezim Presiden Bashar al-Assad, yang telah menewaskan lebih dari 600 jiwa,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News