Respons Kasus 'Polisi Peras Polisi', Pengamat Sebut Kejadian yang Lumrah di Polri

Respons Kasus 'Polisi Peras Polisi', Pengamat Sebut Kejadian yang Lumrah di Polri
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyebut budaya pungutan liar (pungli) yang dilakukan anggota Polri dalam mengurus suatu perkara merupakan hal lumrah yang tak kunjung tuntas. Ilustrasi Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyebut budaya pungutan liar (pungli) yang dilakukan anggota Polri dalam mengurus suatu perkara merupakan hal lumrah yang tak kunjung tuntas.

Pernyataan itu disampaikan Bambang ketika dimintai tanggapan ihwal pengakuan Bripka Madih yang diminta uang Rp 100 juta dan sebidang tanah seluas seribu meter persegi oleh anggota tim penyidik Polda Metro Jaya.

Pengakuan Bripka Madih itu viral di media sosial setelah diunggah akun @indotoday di Instagram.

"Soal pungli terkait pengurusan perkara memang sudah menjadi rahasia umum yang tak pernah tuntas," kata Bambang lewat pesan singkat kepada JPNN.com, Sabtu (4/2).

Di sisi lain, Bambang menyatakan korban pungli kerap enggan melapor karena pesimistis atas kinerja anggota polisi.

Korban pun memilih jalan pintas dengan mengunggah di media sosial.

"Korban pungli seringkali tak melaporkan karena reta-rata pesimis pada kinerja polisi secara umum, sehingga berpikir percuma lapor polisi, dan lebih baik menyalurkannya di media sosial," ucap Bambang.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) itu pun mencontohkan tagar #percumalaporpolisi dan #noviralnojustice yang sempat heboh pada 2021.

Bambang Rukminto menyatakan korban pungli kerap enggan melapor karena pesimistis atas kinerja anggota polisi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News