Respons Pimpinan MPR Terkait Pro dan Kontra Mengenai Amendemen Konstitusi

Respons Pimpinan MPR Terkait Pro dan Kontra Mengenai Amendemen Konstitusi
Wakil Ketua DPD Nono Sampono, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan Wakil Ketua MPR Syarief Hasan (kiri-kanan) saat diskusi bertajuk Pelaksanaan Rekomendasi MPR 2014-2019 di Media Center Parlemen, Jumat (6/12). Foto: Humas MPR RI

Lembaga ini mempunyai fungsi strategis seperti yang tertera dalam UUD NRI Tahun 1945. Lembaga ini juga sebagai perajut persatuan dan kesatuan bangsa. Diungkapkan beberapa waktu yang lalu, pimpinan MPR melakukan roadshow ke mantan Presiden Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono; Presiden Joko Widodo, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Wakil Presiden Maruf Amien, serta sudah dan akan bersilaturahmi ke berbagai organisasi ummat beragama, partai politik, serta ke kelompok masyarakat lainnya.

“Ini Safari kebangsaan,” katanya.

Hal demikian dilakukan untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait Rekomendasi MPR periode sebelumnya untuk menghadirkan haluan negara ala GBHN melalui amendemen terbatas.

“Kami mendiskusikan diskursus mengenai itu dengan pihak-pihak yang telah dan akan kami kunjungi,” ungkap Ahmad Basarah.

Keinginan melakukan amendemen UUD disadari menimbulkan sikap pro dan kontra di masyarakat. “Masalah amendemen melebar hingga pada soal jabatan Presiden 3 periode hingga Presiden dipilih kembali oleh MPR,” paparnya.

Sikap pro dan kontra, serta melebarnya masalah menurut Ahmad Basarah sebagai hal yang sehat dan wajar dalam negara demokrasi. Lembaga ini, menurut Basarah, mempunyai tanggung jawab dalam membangun peradaban demokrasi. “Sikap pro dan kontra harus kita akui lebih baik daripada berita kekerasan yang saling mempertentangkan,” tuturnya.

Pendapat-pendapat yang ada selanjutnya akan direspons dan dikelola untuk dicarikan jalan terbaik. Terkait Rekomendasi MPR periode sebelumnya, diakui ada beberapa sikap fraksi di MPR terkait menghidupkan kembali pola pembangunan ala GBHN. Ada yang menghendaki dengan melakukan amendemen terbatas, ada pula cukup melalui undang-undang. Ahmad Basarah tidak ingin melihat perbedaan yang ada. Dirinya cenderung melihat persamaan. “Persamaannya semua ingin adanya haluan negara,” ucapnya.

Meski demikian dirinya menilai bila arah pembangunan ditentukan oleh undang-undang, UU yang sudah ada diakui memiliki banyak kelemahan seperti terlalu eksekutif sentris, pembangunan hanya dibebankan kepada pemerintah.

Pembangunan berkesinambungan bukan ditentukan oleh tiga periode masa jabatan Presiden namun oleh program yang berkesinambungan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News