Saat FGD KLHS, Fachry Ali: Pemindahan Ibu Kota Jadi Awal Periode Post Java

Saat FGD KLHS, Fachry Ali: Pemindahan Ibu Kota Jadi Awal Periode Post Java
Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar (tengah) memimpin FGD tentang KLHS didampingi Irjen KLHK Laksmi Wijayanti, dan pemerhati masalah LH, dan konservasi alam, Judith J. Dipodiputro (kiri) di Jakarta, Rabu (18/9). Foto: Humas KLHK

“Walau kami hadir sebagai pribadi, namun menghasilkan FGD yang kaya juga karena kemajemukan latar belakang profesi dan sektor,” ujar Judith yang juga pemerhati masalah lingkungan hidup, konservasi alam serta pernah bertugas di

Menurut Judith, Kalimantan Timur cukup porak-poranda akibat pertambangan. Ini berdampak terhadap kualitas hidup masyarakat dan kemiskinan. Bahwa Ibu kota baru akan menjadi Rainforest City, itu komitmen yang luar biasa. Artinya akan terjadi reklamasi/pembenahan bekas-bekas tambang dan reforestasi.

Nah, hal ini belum banyak terungkap ke publik sehingga perlu dikomunikasikan kepada masyarakat. Ini komitmen luar biasa dari pemerintah terhadap restorasi dan konservasi alam.
Komunikasi ini juga perlu dilakukan secara aktif ke dunia internasional melalui perwakilan-perwakilan kita di mancanegara. Ada salah persepsi dan pengetahuan. Dunia berpikir bahwa Ibu kota baru akan membuka hutan, padahal sebaliknya: merestorasi bekas tambang dan melakukan reforestasi.

“Yang amat menarik dan menjadi pencerahan dari FGD tadi adalah adanya beberapa peserta yang mewakili aspirasi suku asli, antara lain rekan dari propinsi Papua (Ibu Rosaline Rumaseuw) dan dari suku betawi (Ibu Imas Shidiq). Suara mereka menyarankan perlunya pemerintah mempertimbangkan membentuk sebuah tim yang secara khusus dan fokus pada penyertaan suku-suku asli dalam growth yang akan dihasilkan oleh kehadiran Ibukota baru,” ujar Judith.

Kemudian kata Judith, ada tantangan kita semua untuk membawa konsep kebhinekaan selangkah lebih jauh lagi: yaitu konsekwen bahwa kita tidak saja bhinneka dari aspek kesukuan, tetapi juga dari pilihan pola hidup. Masih ada saudara kita di Kalimantan yang secara sadar memilih untuk tidak berkehidupan dalam peradaban abad 21 ini.

“Mereka memilih untuk berkehidupan peradaban yang lebih sederhana, mungkin peradaban 100-200 tahun lalu. Dalam konsep keadilan sosial, Pemerintah harus siap mengakomodasi permintaan suku-suku asli untuk memilih kehidupan yang mereka pahami dan inginkan (the life they want and the life they understand),” paparnya.(adv/jpnn)

Pengamat sosial politik Fachry Ali mengungkapkan ketika Presiden Jokowi mengumumkan pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada Senin (26/8), maka dimulailah periode yang disebut Post Java


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News